AZAS-AZAS PENGAJARAN/PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN    
Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar- belajar. Di dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab seorang guru/pengajar adalah mengelola pengajaran serta lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara dua subjek pengajaran, guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.
Pengajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan sistemik yang terdiri banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat partial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, bersinambungan. Untuk itu diperlukan pengelolaan pengajaran yang baik. Pengelolaan pengajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip (azas-azas) pengelolaan dan prinsip-prinsip pengajaran.[1] Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang azas-azas/prinsip-prinsip pengajaran tersebut.

PEMBAHASAN
A.    Azas-azas Pengajaran
Pengajaran sebagai perpaduan dari dua aktivitas, yaitu: aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri  dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis adalah yang menjadi indikator suatu aktivitas/proses pengajaran itu berjalan dengan baik.[2]
Agar lalu lintas pengajaran bisa berjalan dengan lancar teratur dan terhindar dari beberapa hambatan yang berakibat pada stagnasi pengajaran, pengajaran yang tak lancar dan teratur, serta kemungkinan-kemungkinan lain, seperti fasilitas peserta didik, ketidaksesuaian penerapan metode, ketidakpahaman terhadap materi, keterasingan seorang peserta didik dalam suatu kelas pengajaran, dan lain-lainnya, maka seorang guru harus mengerti, memahami dan menghayati berbagai prinsip pengajaran sekaligus mengaplikasikannya pada waktu dia melaksanakan tugas mengajar.[3] Adapun prinsip-prinsip/azas-azas pengajaran meliputi:
1.      Azas Peragaan
Peragaan meliputi semua pekerjaan panca indra yang bertujuan untuk memiliki pengertian pemahaman suatu hal secara lebih tepat dengan menggunakan alat-alat indra. Alat indra itu termasuk sebagai pintu gerbang pengetahuan. Untuk memiliki suatu kesan yang terang dari peragaan, maka individu harus mengamati bendanya secara tidak terbatas pada luarnya saja tetapi harus sampai pada intinya.
Menurut Prof. A. Ghazali, M.A. mengatakan agar peserta didik  mudah mengingat, menceritakan dan melaksanakan sesuatu (pengajaran) yang pernah diamati (diterima atau dialami) di dalam kelas, hal demikian perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang konkrit. Maka : 
-                   Peserta didik harus diberi peragaan dan perbendaharaan tanggapan yang besar, serta harus memberikan tanggapan yang sebanyak-banyaknya dengan pengajaran berupa alat atau berperaga.
-                   Kalau guru hendak mengajarkan sesuatu pada peserta didik haruslah hal itu dipertautkan pada tanggapan-tanggapan yang telah ada pada mereka.
-                   Bila guru hendak mengajarkan kata-kata atau istilah baru, murid haruslah disuruh melihatnya, mendengarkannya, mengucapkannya, atau menyuruh menulisnya.[4]
Alat-alat peraga diantaranya yaitu :
1)      Barang-barang, contoh-contoh dan gambarannya
Di antara alat peraga ini ialah seperti membawa biji-biji atau tumbuh-tumbuhan dalam pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan. Jika sulit membawa barang kedalam kelas bawahlah contoh-contohnya seperti kapal terbang, motor, kereta api dan sebagainya. Kalau tidak ada contoh barang-barang itu bawalah potretnya atau gambarkan di papan tulis. Gambaran itu haruslah terang dan betul.
2)      Film (gambar hidup)
Salah satu alat peraga yang baik ialah mempergunakan film atau gambar hidup untuk penerangan pelajaran, seperti ilmu tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan sebagainya.[5] Menggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran di kelas berguna untuk: mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, menambah daya ingat pada pelajaran, menumbuhkan minat dan motivasi belajar.[6]
3)      Berjalan-jalan (bertamasya)
Di antara alat peraga ialah berjalan-jalan melihat sesuatu yang harus dilihat sendiri, seperti melihat pelabuhan, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan dan sebagainya.[7]
4)      Demonstrasi
Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat pembantu seperti papan tulis, papan flanel dan sebagainya. Dalam demonstrasi guru memperlihatkan bagaimana sesuatu harus dilakukan, misalnya membuat es atau membuat hitungan aljabar.[8]
2.      Azas Minat dan Perhatian
Minat adalah kata kunci dari pengajaran. Kaidah ini lebih perlu diperhatikan dibandingkan dengan kaidah lainnya. Kaidah ini terutama amat berpengaruh  pada pengajaran tingkat rendah. Bila murid telah berminat terhadap kegiatan belajar mengajar maka hampir dapat dipastikan proses belajar mengajar itu akan berjalan dengan baik dan hasil belajar akan optimal.
Atas dasar uraian diatas maka tahap-tahap awal suatu proses pengajaran hendaklah dimulai dengan usaha membangkitkan minat tersebut. Minat harus dijaga selama proses pengajaran berlangsung, karena mudah sekali berkurang atau hilang selama proses pengajaran tersebut.[9] Dan setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri.[10] Minat yang telah muncul, diikuti oleh tercurahnya perhatian pada kegiatan belajar-mengajar, dengan sendirinya telah membawa murid ke suasana partisipasi aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.[11]
3.      Azas Motivasi
Thomas M. Risk memberikan pengertian motivasi adalah usaha yang didasari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuan-tujuan belajar. Sedangkan Prof. S. Nasution mengemukakan bahwa motivasi anak/peserta didik adalah  menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. Menjadi jelaslah bahwa salah satu masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah bagaimana memotivasi atau menumbuhkan motivasi dalam diri peserta didik secara efektif. Keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi/dorongan.
Beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi adalah melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik, memberi kesempatan peserta didik untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan alat dan media bentuk yang menarik perhatian peserta didik seperti gambar, foto, diagram dan sebagainya. Secara umum peserta didik akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran) apabila ia melihat bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya. [12]
Upaya memberikan perhatian dan dorongan belajar kepada siswa dilakukan guru sebelum mengajar dimulai, pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar terutama pada saat siswa melakukan kegiatan belajar dan pada saat-saat kondisi belajar siswa mengalami kemunduran. Motivasi belajar siswa dapat dilakukan melalui dua bentuk motivasi, yakni motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang timbul untuk mencapai tujuan yang datang dari luar dirinya. Misalnya, guru memberikan pujian atau hadiah bagi siswa yang mencapai dan menunjukkan usaha yang baik, menciptakan suasana belajar yang memberi kepuasan dan kesenangan siswa dan usaha lain yang dipandang pantas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa. Motivasi intrinsik adalah dorongan agar siswa melakukan kegiatan belajar dengan maksud mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan itu sendiri. Motivasi ini berkenaan dengan kebutuhan belajar siswa sendiri. Siswa harus menyadari pentingnya melakukan kegiatan belajar untuk kepuasan dan kebutuhan dirinya.[13]
4.      Azas Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran, jadi menyatukan dan mengasimilasi suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkannya.[14]
Apersepsi sering disebut “batu loncatan”, maksudnya sebelum pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan pelajaran baru, guru diharapkan dapat menghubungkan lebih dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/kemarin yang menurut guru telah dikuasai oleh peserta didik. Baik melalui pertanyaan apakah peserta didik masih ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya untuk menjadi titik tolak dalam memulai pengajaran yang baru.
Apersepsi itu dapat membangkitkan minat dan perhatian terhadap suatu pengajaran. Maka pengajaran harus dibangun melalui pengetahuan, sikap, skill yang telah ada.[15]
Herbart menganjurkan 4 langkah pengajaran:
1)      Kejelasan: sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang terutama aktif (memberi) dan murid pasif (menerima). Cara mengajar memberitahukan.
2)      Asosiasi: anak-anak diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru dengan pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak disini lebih aktif. Metode mengajar tanya jawab, pertanyaan.
3)      Sistem: di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Ini hanya mungkin, jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya. Metodenya menjelaskan, ceramah.
4)      Metode: anak-anak mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan memberi petunjuk dimana perlu.
Yang lebih terkenal adalah 5 langkah yang dikemukakan oleh Rein (seorang pengikut Herbart) yaitu:
1.      Preparasi (persiapan), anak-anak dipersiapkan untuk menerima bahan baru dengan membangkitkan bahan apersepsi. Dengan demikian dibangkitkan pula minat anak.
2.      Presentasi (penyajian), pada fase ini guru menyodorkan bahan pelajaran baru.
3.      Asosiasi, bahan baru dianalisis dan dibandingkan dengan hal-hal lain yang berhubungan dengan bahan itu.
4.      Generalisasi, pada fase ini diambil kesimpulan berupa prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian.
5.      Aplikasi (penggunaan), anak-anak diberi kesempatan untuk menggunakan dan melatih bahan yang dipelajari itu, agar bahan itu benar-benar menjadi minat anak.[16]
5.      Azas Korelasi Konsentrasi
Korelasi (saling berkaitan) akan melahirkan asosiasi  dan apersepsi sehingga akan tumbuh dan bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Pengajaran yang dihubungkan dengan masalah-masalah kehidupan keseharian individu maupun dihubungkan dengan bidang-bidang lain yang bisa dikaitkan akan menjadikan sesuatu yang baru dan berguna bagi peserta didik. Peserta didik perlu dilatih untuk menghadapi masalah-masalah hidup keseharian sekaligus upaya pemecahannya dengan mendasarkan diri pada pengetahuan atau skill yang diperoleh dalam pengajaran. Karenanya dalam menyajikan materi guru seharusnya berusaha menggunakan dan menghubungkan masalah-masalah pokok dalam kehidupan keseharian peserta didik. Sehingga hasil pengajaran itu akan membawa nilai guna bagi peserta didik.[17]
Pada saat proses pengajaran berlangsung seharusnya guru berupaya agar peserta didik memusatkan perhatian (konsentrasi). Upaya untuk mendorong peserta didik agar konsentrasi (memusatkan perhatiannya) dan melakukan sesuatu penyelidikan serta menemukan sesuatu yang dapat digunakan kelak untuk kehidupan dalam masyarakat, maka pada setiap pengajaran, guru dituntut untuk dapat mengatur atau mengelola pelajaran sedemikian rupa.[18]
6.      Azas Individualisasi
Individu sebagai manusia, orang-orang yang memiliki pribadi/jiwa sendiri. Tidak ada dua manusia yang sama persis. Kekhususan jiwa itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu lainnya. Adanya perbedaan-perbedaan pada setiap peserta didik dalam satu kelas pengajaran, maka ada baiknya jika dalam kelas itu ada diferensiasi, supaya pelajaran disesuaikan dengan keadaan masing-masing peserta didik. Diferensiasi ini tidak perlu meliputi seluruh bidang studi, tetapi pada bidang studi yang dirasa penting, menuntut untuk itu. Dalam hal ini kelas pengajaran dikelompokkan menurut kepandaiannya (kelompok pandai, sedang, kurang pandai) dan masing-masing kelompok diberikan tugas yang berbeda-beda.[19]
Al-Ghazali mengatakan bahwa kewajiban pertama dan utama bagi guru adalah mengajarkan kepada peserta didik apa yang mudah dipahaminya, sebab suatu bidang studi yang sukar akan berakibat kericuhan mental/ akal dan peserta didik akan lari (menjauhi, tak memperhatikan) dari guru. Jadi, tingkat penangkapan-pemahaman berdasarkan perbedaan kemampuan masing-masing individu penting diperhatikan.
Oleh Prof. S. Nasution disarankan 4 cara untuk menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual.
a.       Pengajaran individual.
Pokoknya disini ialah pemberi kebebasan kepada setiap anak untuk maju menurut kecepatan masing-masing. Anak-anak yang berIQ 150 tentu lebih cepat belajar dari pada anak yang hanya IQ-nya 90. Cara ini dicapai dengan tugas mingguan untuk berbagai-bagai mata pelajaran. Bila suatu tugas selesai anak boleh menerima tugas baru.[20]
b.      Tugas tambahan.
Anak-anak belajar tetap dalam hubungan kelas dan pada dasarnya menerima pelajaran yang sama. Akan tetapi, kepada anak-anak yang pandai diberikan tugas tambahan atau pengayaan sesuai dengan kesanggupan dan kecepatan masing-masing. Cara ini dapat dilakukan dalam tiap mata pelajaran. Untuk itu ditentukan tugas yang minimum, sedang, maksimum. Setiap anak harus menyelesaikan tugas minimum, akan tetapi kalau lekas selesai dapat menyelesaikan tugas yang lebih banyak.[21]
c.       Pengajaran Proyek.
Suatu proyek biasanya merupakan suatu masalah yang luas yang dianggap oleh murid-murid  vital dan sangat berharga baginya, sehingga ia rela bekerja atas dorongan dari dalam dirinya untuk mencapai tujuan-tujuan yang terkandung dalam proyek itu.
Proyek itu biasanya dipecahkan dalam beberapa bagian. Tiap anak memilih suatu bagian yang sesuai baginya, jadi sesuai dengan perbedaan individual. Juga dalam pelaksanaan selanjutnya banyak terbuka kesempatan untuk kebebasan individual, sehingga tiap anak dapat bekerja menurut kesanggupan dan bakat masing-masing.
d.      Pengelompokan.
Untuk memperbaiki pengajaran ada usaha untuk mengumpulkan anak-anak yang sama pandainya, misalnya anak-anak yang berIQ rendah disatukan, demikian pula anak-anak yang berIQ tinggi, dan dengan demikian memperoleh apa yang disebut “homogeneous grouping” (pengelompokan homogen).
Akan tetapi, hingga batas tertentu kita selalu mengumpulkan murid yang agak bersamaan taraf kemajuannya dalam satu kelas. Di dalam kelas anak-anak dapat pula dibagi dalam beberapa kelompok menurut kepandaiannya, yang disebut dengan “ability grouping” misalnya kelompok pandai sedang, dan kurang pandai. Denagn demikian pelajaran dapat disesuaikan dengan kesanggupan tiap kelompok.[22]
7.      Azas kooperasi
Jeen D. Grambs berpendapat bahwa dalam pengajaran di sekolah yang demokratis, baik kerjasama maupun persaingan sama pentingnya. Hanya persaingan tidak berarti persaingan antar kelompok. Dan persaingan yang dimaksud bukan bertujuan untuk memperoleh hadiah atau kenaikan tingkat, tetapi untuk mencapai hasil yang lebih tinggi atau pemecahan masalah yang dihadapi kelompok.[23]
Untuk membentuk individu peserta didik mejadi manusia yang demokratis guru harus menekankan pelaksanaan prinsip kerjasama atau kerja kelompok.  Burton menguraikan bahwa proses kelompok ialah cara individu mengadakan relasi dan bekerja sama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.

B.     Manfaat Azas-Azas Pengajaran
Suatu pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara baik, manakala guru mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat di dalam proses pengajaran itu, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Kunci pokok pengajaran itu ada pada seorang guru. Tetapi ini bukan berarti dalam proses pengajaran hanya guru yang aktif, sedang peserta didik pasif. Pengajaran menuntut keaktifan kedua pihak yang sama-sama menjadi subjek pengajaran. Jadi dengan guru mengetahui azas-azas pengajaran tersebut pengajaran bisa berjalan lancar teratur dan terhindar dari beberapa hambatan yang berakibat pada stagnasi pengajaran.[24] Dengan melalui azas-azas pengajaran tersebut diharapkan kegiatan belajar siswa tetap ada dalam kondisi yang optimal.

IV.             KESIMPULAN
Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Dalam proses tersebut diperlukan berbagai azas-azas pengajaran, diantaranya:
1.      Azas pengajaran
Peragaan meliputi semua pekerjaan panca indra yang bertujuan untuk memiliki pengertian pemahaman suatu hal secara lebih tepat dengan menggunakan alat-alat indra.
2.      Azas minat dan perhatian, minat adalah kata kunci dari pengajaran.
3.      Azas motivasi, salah satu masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah bagaimana memotivasi atau menumbuhkan motivasi dalam diri peserta didik secara efektif. Keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi/dorongan.
4.      Azas apersepsi, apersepsi sering disebut “batu loncatan”, maksudnya sebelum pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan pelajaran baru, guru diharapkan dapat menghubungkan lebih dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/kemarin yang menurut guru telah dikuasai oleh peserta didik.
5.      Azas korelasi konsentrasi, Korelasi (saling berkaitan) akan melahirkan asosiasi  dan apersepsi sehingga akan tumbuh dan bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Pada saat proses pengajaran berlangsung seharusnya guru berupaya agar peserta didik memusatkan perhatian (konsentrasi).
6.      Azas individualisasi, adanya perbedaan-perbedaan pada setiap peserta didik dalam satu kelas pengajaran, maka ada baiknya jika dalam kelas itu ada diferensiasi, supaya pelajaran disesuaikan dengan keadaan masing-masing peserta didik.
7.      Azas kooperasi, Untuk membentuk individu peserta didik menjadi manusia yang demokratis guru harus menekankan pelaksanaan prinsip kerjasama atau kerja kelompok.
Jadi dengan guru mengetahui azas-azas pengajaran tersebut pengajaran bisa berjalan lancar teratur dan terhindar dari beberapa hambatan yang berakibat pada stagnasi pengajaran.



[1] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995) hlm.1.
[2] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran, hlm. 4.
[3] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran, hlm. 5.
[4] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran, hlm. 22-23.
[5] Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung), hlm. 125-126.
[6] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru AlGensindo, 2009), hlm. 102.
[7] Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran,hlm. 126.
[8] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 103.
[9] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 24.
[10] R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 24.
[11] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hlm. 24.
[12] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran,hlm. 10-12.
[13] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,hlm. 160-161.
[14] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar,hlm. 156.
[15] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm. 26.
[16] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, hlm. 158-159.
[17] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm. 27.
[18] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm. 20.
[19] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm. 16.
[20] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, hlm 119.
[21] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, hlm 121.
[22] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar,hlm.123.
[23] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm. 24.
[24] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, hlm.4-5.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH PROPOSAL RENOVASI MUSHOLLA

Tanya Jawab tentang Mixed Methode Research