Dasa darma Pramuka sebagai pembentuk karakter dan relevansinya terhadap ajaran Islam


Dasa darma Pramuka 
sebagai pembentuk karakter dan relevansinya terhadap ajaran Islam

Pendidikan karakter selain bisa diberikan pada lingkungan keluarga dapat juga dilakukan melalui kembaga pendidikan formal dan pendidikan non. Salah satu lembaga non formal yang di dalamnya mengajarkan pendidikan karakter adalah lembaga pendidikan kepramukaan. Pendidikan karakter yang diberikan dalam kepramukaan haruslah selaras dengan pendidikan ahklak islami dalam pendidikan Islam.
Berikut penjelasan nilai-nilai pendidikan karakter dalam kepramukaan yang kemudian dikontekskan dengan pendidikan akhlak islami. Dalam pembahasan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam kepramukaan bahwa dasa darma pramuka adalah :
Darma pertama yaitu Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diposisikan dalam urutan pertama. Walaupun tidak semua anggota pramuka adalah seorang yang muslim akan tetapi dasar aktivitasnya adalah ketauhidan dengan mengimani dan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi  segala larangan-Nya. Kalimat laa ilaaha illallah mengesakan bahwa hanya Allah saja yang harus disembah, sekaligus juga dalam kajian filsafat berarti tidak ada yang ada kecuali Allah saja.
Islam juga memerintahkan umatnya untuk benar-benar meyakini bahwa tujuan utama dalam hidup di dunia adalah untuk mengabdi kepada Allah.
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya".” (QS. Al Jin 20)[1]
Mengabdi dan menyembah Allah bisa dilakukan melalui setiap perbuatan yang ditujukan untuk membangun peradaban yang menempatkan kekuasaan Allah di muka bumi dan hidup menurut perintah-perintah-Nya. Kesadaran bahwa dirinya adalah hamba Allah mengakar dalam diri seorang muslim dan merupakan titik awal bagi semua tindakannya melalui apa dia berusaha mencari ridha Allah. Oleh karenanya, setiap perbuatan yanng dikerjakan oleh seorang muslim sebanyak tindakan ibadah ritual agamanya, sepanjang perhatiannya adalah untuk melakukan perbuatan-perbuatan ini demi Allah.[2]
 Dalam pelaksanaannya maka seorang muslim dapat melakukan  dengan menerapkan hukum-hukum Allah dan mengikuti segala pedoman-Nya sebagai tuntunan dalam hidup sehingga Islam menjadi pegangan bagi kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Darma kedua dalam dasa darma pramuka adalah cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
Islam juga sangat menekankan bagi setiap hamba-Nya untuk saling kasih mengasihi kepada sesama dan mencintai alam. Kasih sayang adalah perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada berbuat amalan utama, memberi manfaat dan berlaku baik. Kasih sayang adalah sifat keutamaan dan ketinggian budi yang menjadikan hati mencurahkan belas kasihan kepada segala hamba Allah.
Islam tidak menentukan bahwa untuk bersikap dan berbuat kasih sayang itu hanya kepada segolongan manusia saja, atau kepada kaum muslimin saja, melainkan kasih sayang itu harus diberikan kepada semua makhluk, baik manusia maupun binatang, sebagimana sabda Rasulullah SAW :
اِرْحَمُوْامَنْ فِى الْاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ. (رواه الطبرانى)
Artinya :
“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, supaya engkau disayangi oleh orang yang di langit (yakni para malaikat).“ (HR. Thabrani)
Cinta kasih sayang menyayangi terhadap sesamanya, merupakan ajaran Islam yang ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW dan juga merupakan perwujudan dari kesempurnaan iman. Karena itu setiap muslim harus memiliki kasih sayang di dalam hatinya untuk berbuat kebajikan kepada sesama manusia dan kepada alam menurut kadar kemampuan yang dimilikinya. Pendidikan Karakter diharapkan mampu menjadikan manusia sebagai man or woman for other. Prosesnya dimulai pendidik yang menjadi manusia bagi sesamanya dan selanjutnya membina peserta didik menjadi manusia demi sesama.
Darma yang ketiga yaitu patriot yang sopan dan kesatria.
Seorang muslim yang menerima pendidikan Islam secara benar haruslah memperhatikan keuntungan dan kebaikan orang-orang dalam masyarakatnya, dan melindungi mereka dari bahaya. Karena prinsip-prinsip kebenaran, kebaikan dan keagungan yang dibawanya, dia membawa unsur positif dan konstruktif dan dia tidak memanfaatkan kesempatan untuk berbuat baik melainkan selalu membuat yang terbaik. Dia tahu bahwa melakukan kebaikan mengantarkan kepada kesuksesan.[3] 
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.“ (QS. Al Hajj 77)[4]
Islam menganjurkan umatnya untuk menjadi seorang kesatria, sebagai contoh adalah nabi Muhammad SAW., manusia yang suka menolong dan sangat berani. Ali ra., berkata :“Sesungguhnya engkau melihat aku pada hari perang Badar. Kami berlindung kepada Nabi SAW. dan beliau yang paling terdekat dengan musuh dari kami. Dan beliau pada hari itu diantara manusia yang sangat perkasa“.[5] Patriot dalam Islam tidak hanya berjuang untuk memperjuangkan negara akan tetapi berjuang juga demi agama dan umat Islam keseluruhan dalam kontek berbuat baik dan menahan diri dari perbuatan jahat. Islam juga selalu menganjurkan umatnya untuk selalu menjaga kesopanannya dalam berhubungan baik hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti contoh kesopanan berpakaian dalam beribadah shalat walaupun syarat  shalat yaitu menutup aurat akan tetapi dalam berpakain kita dianjurkan untuk memakai pakaian yang bersih dan wangi. Selalu menjaga kesopanan kita terhadap sesama manusia karena dengan terjaganya hubungan yang baik maka akan menjadikan persaudaraan yang erat.

Darma yang keempat yaitu patuh dan suka bermusyawarah.
Dalam Islam taat maksudnya patuh kepada aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Allah.[6] Muslim yang memiliki sifat patuh ini akan mengantarkannya ke arah kehidupan yang benar, dalam hal ini patuh yang dimaksud yaitu patuh kepada Allah dengan selalu berpedoman Al Qur’an dan hadits Nabi.
Kaitannya dalam bermusyawarah, Islam menganjurkan umatnya untuk selalu memakai akal bukan dengan otot atau perkelahian, yaitu dengan jalan mendiskusikan dan memusyawarahkan permasalahan bersama-sama untuk mencari solusi yang terbaik. Dengan jalan musyawarah ini maka akan timbul kesepahaman. Oleh sebab itu Islam sangat menganjurkan umatnya untuk selalu memecahkan permasalahan dengan jalan musyawarah mufakat. Ini sesuai dengan ayat al-Qur`an QS. Ali Imron : 2

Darma yang kelima yaitu rela menolong dan tabah.
Rasulullah SAW bersabda, ada empat hak kaum muslim atasmu, yaitu menolong mereka yang berbuat baik, memohonkan ampunan bagi mereka yang berdosa, mendoakan mereka yang telah meninggal dan menerima mereka yang bertaubat.[7] Islam jelas memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam melakukan setiap amal baik dan melarang untuk tolong-menolong dalam melakukan kemaksiatan.
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai tabah dalam konteks Islam. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali cobaan Allah yang kita temui, hanya tidak semua kita sadari. Biasanya yang kita sadari hanya cobaan yang menyedihkan, mengecewakan atau segala yang bersifat tidak menyenangkan. Semua cobaan yang bersifat negatif, segera kita tanggapi, segera kita ingat kepada-Nya, segera mendatangkan keinsyafan kepada kita. Sebaliknnya sesuatu yang menyenangkan tidak kita tanggapi sebagai cobaan, malahan kadang-kadang dengan kesenangan yang kita peroleh itu kita lupa kepada-Nya. Sebetulnya segala sesuatu yang terjadi pada kita baik yang menimbulkan kekecewaan maupun yang menyenangkan adalah cobaan dari Allah kepada kita.
Perintah untuk tabah dan sabar ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah : 45

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah 45).[8]

Darma yang keenam yaitu rajin, terampil dan gembira.
Seorang muslim diwajibkan untuk memelihara jiwanya, maka dia mulai mengasah dan memperbaikinya melalui ibadah secara konstan dan taqwa kepada Allah siang dan malam.[9] Islam mengajurkan umatnya untuk senantiasa memperbaiki ibadahnya secara kontinyu hal ini berarti manusia berusaha untuk menjadi lebih rajin dalam memperkuat keimanannya.
Dalam konteks terampil, Islam berpandangan bahwa seorang muslim harus mulai mengerjakan keahliannya sendiri dan mencurahkan semua energi dan biaya demi segala hal yang berkaitan dengannya. Dia mendekatinya seperti seorang muslim yang percaya bahwa hal itu merupakan tugas keagamaan untuk bekerja dalam bidang keahliannya, apakah itu dalam bidang syariah atau bidang ilmu keagamaan yang lain, atau bidang-bidang lain seperti matematika, fisika, kimia, teknik, astronomi, kesehatan, industri perdagangan, dll. Dia harus cakap atau terampil dalam bidangnya keahlian apapun yang dikuasainya.[10] Akan tetapi seorang muslim yang bijaksana tidak mencukupkan diri dengan bidang keahliannya, namun membuka diri untuk belajar mengenai bidang-bidang yang lain.
Selanjutnya pembahasan mengenai kata gembira dilihat dari sudut pandang Islam. Salah satu syarat bagi sikap toleran adalah, seseorang harus tampak riang, senang dan berwajah cerah. Semua ini merupakan bagian dari sikap yang baik dan termasuk salah satu perbuatan baik yang diajarkan Islam.
Dalam shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda : “Jangan meremehkan perbuatan baik sekecil apapun, sekalipun hanya menemui saudaramu dengan wajah yang cerah“.
Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah bahwa dia berkata : “Nabi SAW tidak pernah memandangku setelah saya masuk Islam tanpa beliau tersenyum pada saya.“
Seorang muslim yang memiliki rasa humor yang akan membuat orang lain menyukai dirinya. Dia bergaul dan bercanda dengan mereka manakala situasinya memungkinkan untuk berbuat demikian tanpa berlebihan atau mengatakan kata-kata yang bisa menyakiti pihak lain. Demikian juga ketika serius, dia tidak sampai berbuat kasar atau melakukan kekerasan. Sikap humornya berada dalam batas-batas yang diperbolehkan Islam dan tidak menyimpang dari batas kebenaran. Inilah yang dicontohkan Nabi dan sahabat dalam canda dan humor mereka.[11]

Darma yang ketujuh yaitu hemat cermat dan bersahaja.
Di dalam menghadapi kehidupan dengan berbagai persoalannya kita hendaklah tetap berpegang pada ajaran-ajaran Islam yang memang benar-benar telah disediakan untuk membentengi hati dan akidah kita dari kesesatan. Kita hendaknya menyadari bahwa harta benda, kedudukan dan kesempatan yang kita miliki semua adalah amanat Allah yang wajib kita pelihara dan kita tunaikan.[12]
Karakteristik seorang muslim yang lain adalah, dia bersikap sederhana, hati-hati dan tidak suka menyebarkan keburukan orang lain dalam masyarakat. Sikap-sikap ini sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah yang memperingatkan bahwa orang-orang yang menghujat kehormatan seseorang dan membicarakan kesalahan-kesalahannya yang tersembunyi akan mempeoleh hukuman yang sangat berat, baik di dunia maupun di akhirat. Orang muslim dalam masyarakat senantiasa bersikap hati-hati dan sedarhana. Dia menghindari semua hal-hal yang tidak penting dan memiliki kekuatan karakter, bersyukur atas ajaran Islam, tidak menghujat seseorang dan tidak menyebarkan perbuatan dosa, apakah dosanya sendiri atau dosa orang lain.[13] Sikap sederhana inilah yang akan menuntun manusia menjadi manusia yang zuhud dan manusia yang mendapatkan ridho Allah dari segala perbuatannya.

Darma yang kedelapan yaitu disiplin, berani dan setia.
Islam selalu menganjurkan umatnya untuk selalu disiplin dalam segala bidang, diantaranya disiplin dalam mentaati perintah dan larangan Allah dan disiplin waktu Seperti perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu. Manusia diperintahkan untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan merugilah orang yang tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Allah berfirman 

“Demi masa; Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian; kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Asr 1-3)[14]
Pembahasan selanjutnya tentang kata berani, adalah nabi SAW manusia yang suka menolong dan sangat berani. Ada yang mengatakan, bahwa Nabi SAW itu sedikit berkata-kata dan sedikit bercerita. Apabila menyuruh manusia berperang, niscaya mereka bersungguh-sungguh dan adalah beliau diantara manusia yang perkasa. Dan orang yang berani saja yang dekat kepada Nabi SAW dalam peperangan karena dekatnya beliau dengan musuh.[15] Dari uraian diatas jelas bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk berani membela kebenaran tanpa takut resiko yang akan dihadapinya.
 Islam memperingatkan kita tentang kesetiaan agar kita senantiasa waspada terhadap orang-orang yang mungkin akan mengkhianati kita, tidak terkecuali anak, istri ataupun suami. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dan kewaspadaan diri kita untuk menghadapinya.[16] Allah berfirman..
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. 
Kesetiaan juga menyangkut pada diri kita yaitu kesetiaan kita kepada Tuhan ataupun kepada amanah yang kita berikan. Dengan dimilikinya sifat kesetiaan ini maka manusia akan mampu menjalani kehidupan dengan penuh amanah dan tanggung jawab.

Darma yang kesembilan yaitu bertanggungjawab dan dapat dipercaya.
Islam memiliki istilah tersendiri mengenai dapat dipercaya yaitu amanah. Amanah ialah segala hak yang bertanggungjawab kepada seseorang, baik hak-hak itu milik Allah (haqullah) maupun hak  (haqqul adami), baik berupa pekerjaan maupun perkataan dan kepercayaan hati.  Amanat itu melengkapi segala hal yang dipertaruhkan kepada kita, yakni amanat harus kita pelihara kita, kita laksanakan serta kita layani, baik berupa harta, kehormatan, maupun berupa sesuatu hak yang lain. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar memiliki hati kecil yang bisa melihat, bisa menjaga dan memelihara hak-hak Allah dan amal manusia dari yang berlebihan. Maka Islam mewajibkan kaum muslimin agar berlaku jujur dan dapat dipercaya.[18] Allah berfirman :  
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An Nisa’ 58)[19]

Darma yang terakhir yaitu suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
merupakan isi darma pramuka yang kesepuluh. Konsep tersebut diunduh dari Islam yaitu yang lebih kita kenal dengan istilah tazkiyah atau penyucian diri. Prinsip ini dilakukan agar manusia memperoleh ilmu yang suci yang berasal dari Allah karena itulah penyucian jiwa merupakan satu-satunya cara mendapatkan ilmu. Tujuan tazkiyah menurut Sardar, memurnikan dan membentuk diri. Konsepsi tazkiyah menurut Khusrid Ahmad yaitu tazkiyah dengan metode : zikir, ibadah, tobat, sabar, muhasabah, dan doa. Bagi Sardar langkah-langkah tazkiyah ini merupakan langkah-langkah penemuan diri. Zikir adalah mengingat Allah, satu pengingatan yang membuat manusia selalu sadar akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Ibadah, menghambakan diri pada Allah. Melalui ibadah, terdapat jaminan bahwa seseorang tetap dapat menambah kesadaran dirinya sementara dia menikmati kesenangan duniawinya. Allah berfirman :

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al Baqarah 222)[20]

Oleh karena itu, jelas bahwa kegiatan yang dilakukan oleh gerakan pramuka didasari penuh atas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pelaksanaan kegiatannya terkontrol penuh dengan adanya darma yang jika dilaksanakan dapat memperkuat karakter seseorang dan juga sesuai dengan konsep-konsep dalam pendidikan agama Islam.

I.         KESIMPULAN
·         Karakter adalah sifat alami dan bawaan manusia yang dapat berubah dengan cepat atau lambat melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia atau baik
·         Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak Islami adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik,
·         Gerakan pramuka merupakan salah satu organisasi pembinaan karakter, didalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang ter-cover dalam kode kehormatan pramuka yaitu tri satya dan dasa darma.
Dalam dasa darma sendiri terdapat nilai-nilai luhur yang bersesuaian denga ajaran Islam guna pembentukan karakter mulia seseorang khusunya generasi muda yaitu;
1.      Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3.      Patriot yang sopan dan ksatria
4.      Patuh dan suka bermusyawarah
5.      Rela menolong dan tabah
6.      Rajin, terampil dan gembira
7.      Hemat, cermat dan bersahaja
8.      Disiplin berani dan setia
9.      Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10.  Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan 

II.       


Daftar Pustaka

Anees, Bambang Q, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur’an, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2009.
Maskawaih, Ibn, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung : Mizan, 1994.
Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989.
Daradjat, Zakiah,  Kebahagiaan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993.
Al Abrasy, Mohd. ‘Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1974.
Departemen Agama RI,  Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Pustaka Agung Harapan, 2006.
al Hasyimi, Muhammad Ali, Menjadi Muslim Ideal, Yogyakarta : Pustakan Pelajar Offset, 2001.
Al Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumiddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama), cet. Keenam.
Rus’an, Imam Al Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin, Semarang : wicaksana, 1984 .
Al Ghazali, Mutiara Ihya’  Ulumuddin, Bandung : Mizan, 2008.
Rifa’i , Moh., Akhlaq Seorang Muslim, Semarang : Wicaksana, 1986.


[1] Departemen Agama RI,  Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Pustaka Agung Harapan, 2006)., hlm 844
[2] Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal, (Yogyakarta : Pustakan Pelajar Offset, 2001), hlm.32-33
[3]  Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal., hlm. 325-326
[4]  Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 474
[5]  Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumiddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama), cet. Keenam, hlm. 640
[6] Rus’an, Imam Al Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin, (Semarang : wicaksana, 1984), hlm. 95
[7] Al Ghazali, Mutiara Ihya’  Ulumuddin, (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 167
[8] Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 9
[9] Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal., hlm. 62
[10] Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal., hlm. 59
[11] Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal., hlm. 278-280
[12] Moh. Rifa’i, Akhlaq Seorang Muslim, (Semarang : Wicaksana, 1986), hlm. 278-279
[13] Muhammad Ali al Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal ., hlm. 292-293
[14]  Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 913
[15]  Al Ghazali, Mutiara Ihya’  Ulumuddin., hlm, 640
[16]  Zakiah Daradjat, Kebahagiaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 51
[17]  Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 815
[18]  Moh. Rifa’I, Akhlaq Seorang Muslim, hlm. 96
[19]  Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 113
[20]  Departemen Agama RI,  Al Qur’an., hlm 44

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH PROPOSAL RENOVASI MUSHOLLA

Tanya Jawab tentang Mixed Methode Research