PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN UN SEBAGAI PENENTU KELULUSAN (Penelitian)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN UN SEBAGAI PENENTU KELULUSAN
Oleh :
Andra Novitasari, Budiono, M.H. Burhanuddinsyah


PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Rumusan tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan di Indonesia diharapkan dapat menghasilkan lulusan bermutu yang diakui di tingkat nasional, regional dan internasional serta lulusannya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan karakter pribadi dan watak yang dapat diandalkan. Tanpa menghasilkan lulusan yang bermutu, program pendidikan bukan merupakan sebuah investasi sumberdaya manusia, melainkan hanya sebuah pemborosan baik dari segi biaya, tenaga, waktu, dan akan menimbulkan berbagai masalah sosial.
Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dimana penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran tertentu yang diikuti oleh peserta didik SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.
UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu satuan dan/program pendidikan; seleksi untuk masuk jenjang pendidikan berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Senada dengan hal tersebut Haryanti dan Mujiran (Suara Merdeka, 150205) mengemukakan bahwa alasan pemerintah menyelenggarakan ujian nasional, antara lain karena ujian nasional berguna untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta didik dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya disampaikan juga bahwa pemerintah memandang perlu dilaksanakannya UN karena selain untuk kepentingan pemetaan pendidikan UN juga dipakai sebagai instrumen penentu kelulusan dan pemberian ijazah bagi peserta didik.
PelaksanaanUN selama ini masih banyak ditemui berbagai fenomena - fenomena permasalahan yang terjadi.Pro dan kontra menyeruak di masyarakat mengenai perlunya UN, terlebih UN dijadikan sebagai standar kelulusan. Beberapa pandangan masyarakat mengenai pelaksanaan UN adalah sebagai berikut:
Banyak siswa yang terbebani gara-gara UN.Cuma wktu 4 hari menentukan kelulusan.Padahal kita belajar cukup lama.Yang berhak menentukan kelulusan itu sekolah, karena sekolah yang tau gimana siswa sehari-hari dalam masalah nilai dan keaktifan siswa.
(Ulva, Pelajar)
Siswa saya tahun kemarin harus menerima nasibnya sebagai siswa lulusan paket C. Sementara selama 3 tahun saya menilai dia sebagai siswa yang mempunyai daya intake tinggi untuk pelajaran yang saya ajarkan : fisika. Sementara selama 3 tahun dia bergelut belajar mesin dengan jurusan mesin perkakas. Untuk melamar ke perusahaan juga ijasahnya tidak laku, apa yang mau di promosikan?! Kemarin saya bertemu dengan dia, rasanya mau menangis melihat anak teladan bernasib seperti itu, saya hanya bisa bilang saya doakan agar dia sukses dalam hidupnya.
(Elis Rosidah, Guru)
Yang pasti sudah ditetapkn UN tahun ini pasti berlangsung. UN diciptakan pemerintah tentunya dengan suatu tujuan mulia, ingin mengangkat mutu pendidikan nasional yang berstandar baik dan terus meningkat. Tapi pemerintah lupa, bahwa yang harus distandarkan pertama kali adalah moral bukan nilai satu atau dua pelajaran saja. Apa pun alasan pemerintah bahwa kelulusan bukan mutlak dari UN, nyatanya, UN masih penentu utama kelulusan. Buktinya yang tidak lulus UN harus ikut Paket B atau C, padahal yang tidak lulus hanya satu pelajaran. Jujur saja, UN adalah bisnis milyaran bagi pembuat soal apapun lembaganya. Di sisi lain, sekolah memasang target lulus maksimal (baca 100%) karena ada tekanan dari yang lebih tinggi, dan seterusnya. Sehingga terciptalah ketidak jujuran.
(Adit, Masyarakat)
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pemahaman siswa, guru, dan orang tua tentang UN, (2) Untuk mengetahui persiapan siswa, guru, dan orang tua dalam mengghadapi UN, (3) Untuk mengetahui persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap UN sebagai penentu kelulusan.
Persepsi.Persepsi merupakan proses ketika seseorang mulai menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi yang ada untuk menciptakan gambaran yang berarti (Kotler, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa persepsi erat kaitannya dengan lingkungan, karena seseorang membuat persepsi untuk memaknai lingkungan di sekitarnya dengan menggunakan indera yang dimiliki (Robbins, 2007). Persepsi membuat seseorang memahami apa yang terjadi di sekitarnya, ataupun hal yang ada dalam diri individu itu sendiri (Sunaryo, 2004). Hal ini menyebabkan persepsi akan selalu ada, karena individu tak pernah lepas dari lingkungan sekitarnya dan diri individu itu sendiri.
Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) mendefinisikan persepsi dalam pandangan yang sempit dan luas. Persepsi secara sempit diartikan sebagai penglihatan, sedangkan secara luas, persepsi dapat diartikan sebagai cara atau bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak berhenti pada apa objek yang dilihat, tetapi juga pada interpretasi maknanya. Definisi persepsi berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan sebagaisuatu gambaran yang ditimbulkan oleh objek (baik dari dalam ataupun luar diri individu) yang memberikan stimulus berupa informasi yang diinterpretasikan oleh otak hingga muncul suatu pemahaman terhadap objek tersebut.
Jenis Persepsi. Persepsi dibedakan menjadi dua, persepsi eksternal dan persepsi diri (Sunaryo, 2004).Persepsi eksternal adalah persepsi yang datang akibat adanya rangsangan dari luar diri seseorang dan objek yang dipersepsikan berasal dari luar individu, sedangkan persepsi diri merupakan persepsi yang muncul akibat adanya rangsangan dari dalam diri individu tersebut dan objeknya adalah dirinya sendiri.Contoh persepsi eksternal adalah persepsi seseorang mengenai perkembangan fashion, penampilan orang lain, pelayanan, dan sebagainya.Persepsi terhadap penampilan, karakter dan sifat diri sendiri merupakan contoh dari persepsi diri. Persepsi yang akan diteliti dalam penelitian ini termasuk ke dalam contoh persepsi eksternal, karena yang dipersepsikan adalah objek di luar individu.
Wardani dan Hariastuti (2009) mengatakan bahwa berdasarkan jenis stimulusnya, persepsi dapat dibedakan menjadi persepsi positif dan negatif.Persepsi positif adalah persepsi yang muncul karena adanya stimulus yang bersifat positif. Contohnya, seseorang yang ramah akan dipersepsikan sebagai orang yang baik. Sebaliknya, persepsi negatif terbentuk karena adanya stimulus negatif, misalnya seseorang yang suka menggertak, berbicara dengan nada suara tinggi akan dipersepsikan sebagai orang yang tidak baik. Febriani, Mujiasih, dan Prihatsani (2011) juga menambahkan bahwa akan ada perbedaan antara tiap individu dalam menilai sesuatu yang dapat menimbulkan munculnya persepsi positif dan negatif dari individu tersebut.
Proses Terjadinya Persepsi.Proses terjadinya persepsi dibedakan menjadi tiga proses, yakni proses fisik, fisiologis, dan psikologis (Sunaryo, 2004). Proses ketika objek memberikan stimulus ke alat indera atau reseptor disebut sebagai proses fisik. Proses selanjutnya merupakan proses penyampaian stimulus ke otak oleh saraf sensoris yang disebut proses fisiologis. Proses terakhir, yakni proses psikologis adalah proses dalam otak sehingga individu dapat memahami dan menyadari stimulus yang diterima.
Secara umum, proses terjadinya persepsi dimulai ketika ada objek yang menimbulkan stimulus hingga stimulus tersebut diterima oleh indera sang pembuat persepsi. Stimulus itu akan diteruskan ke otak yang jika dilanjutkan akan dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk memberikan respons.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi .Persepsi merupakan suatu proses yang dialami setiap orang, namun persepsi tidak selalu sama untuk orang yang berbeda meskipun dengan objek yang sama (Robbins, 2007). Hal ini dapat disebabkan oleh berbedanya faktor yang mempengaruhi persepsi itu sendiri. Contohnya, seseorang mempersepsikan bahwa pohon yang ada di hadapannya adalah pohon tertinggi yang pernah ia lihat, namun orang lain mengatakan bahwa pohon itu tinggi tapi tidak yang tertinggi. Individu yang pertama belum pernah melihat pohon yang tingginya sama atau lebih besar dari pohon yang ada di hadapannya saat itu, tapi individu kedua sudah pernah melihat pohon yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa persepsi yang berbeda dapat tercipta meski dengan objek yang sama, dan faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan pengalaman individu tersebut.
Robbins (2007) memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yakni faktor pelaku persepsi, target persepsi dan situasi persepsi. Faktor pelaku persepsi meliputi sikap, motif atau kebutuhan, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan.Hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan termasuk ke dalam faktor target persepsi, yakni faktor yang terdapat pada stimulus.Faktor ketiga adalah situasi persepsi yang meliputi waktu, keadaan fisik, dan keadaan sosial di lingkungan pembuat persepsi saat persepsi dibentuk.
Krech dan Crutchfield (1975) dalam Rahmat (2003) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ke dalam dua faktor, yakni faktor fungsional dan struktural.Faktor fungsional mencakup kebutuhan, perasaan individu (gembira, sedih, gelisah), pelayanan dan pengalaman masa lalu individu.Faktor struktural merupakan faktor yang timbul dari stimulus atau efek yang ditimbulkan dari sistem saraf individu.
Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Thoha, 2003).Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi interpretasi informasi seperti motivasi, kepribadian, dan kebiasaan.Faktor eksternal meliputi objek yang memberikan stimulus, baik sosial maupun fisik.
Penulis dapat mengambil kesimpulan berdasarkan uraian di atas bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar diri seseorang. Dari dalam diri atau internal meliputi segala hal yang terdapat pada sang pembuat persepsi (perceiver), sedangkan eksternal meliputi objek yang akan dipersepsikan serta situasi saat persepsi diciptakan.
Kriteria Kelulusan. Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah:
a.    Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.    Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata  pelajaran;
c.     Lulus ujian us/m/pk; dan
d.    Lulus UN
Ujian Nasional.MenurutPermendikbud No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.
Nilai Akhir setiap mata pelajaran yang diujinasionalkan paling rendah 4,0 (empat koma nol);dan rata-rata Nilain Akhir untuk semua mata pelajaran paling rendah 5,5 (lima koma lima), dimana Nilai Akhir merupakan gabungan Nilai Sekolah / Madrasas / Pendidikan Kesetaraan dan Nilai UN dengan bobot 50% Nilai S/M/PK dan 50% Nilai UN (Permendikbud No. 144 Tahun 2014).
Pelaksanaan UN dalam Permendikbud No. 144 Tahun 2014 yaitu UN SMA/MA, SMALB, dan SMK/MAK dilaksanakan pada bulan Apriltahun 2015.Sedangkan UN untuk SMP/MTsdanSMPLB dilaksanakan pada bulan Mei 2015.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, dimana penelitian dilakukan dengan indepht interview dengan wawancara sesuai format yang telah ditentukan sampai saturasi data yang diperlukan terpenuhi dan sesuai kriteria yang ditentukan.
Penelitian dilaksanakan sejak tanggal 12 April – 28 April 2015, dengan subjek sumber data penelitian adalah guru tiga orang, orang tua empat orang, dan siswa tiga orang.
Instrument pengumpul data penelitian adalah peneliti sendiri.Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan membuat kesimpulan atas temuannya. (Sugiyono, 2010)
Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dimulai dengan menjelaskan tujuan penelitian dan kemudian dilakukan melakukan wawancara mendalam untuk mengungkap Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan UN Sebagai Penentu Kelulusan; lama waktu wawancara antara 20- 30 menit.Jawaban responden dituliskan pada kertas panduan wawancara.
Analisis data penelitian ini berlangsung sejak sebelum memasuki lapangan yaitu dengan menganalisis studi pendahuluan maupun data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun analisis selama proses wawancara lebih ditekankan. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban subjek penelitian. Bila jawaban subjek setelah dianalisis belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Pengujian keabsahan data dengan uji kredibilitas data  yakni dilakukan dengan metode triangulasi kepada stakeholder terkait (siswa, guru, dan orang tua siswa)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 10 orang yang dipilih secara acak. 10 sujek penelitian tersebut terdiri dari tiga siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional, tiga orang guru yang siswanya akan menghadapi Ujian Nasional, dan empat orang tua siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional
Pemahaman siswa tentang Ujian Nasional
Siswa.Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Pemahaman siswa tentang Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“ Ujian Nasional adalah Ujian kelululasan untuk mengevaluasi hasil belajar selama tiga tahun”
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Ujian Nasional merupakan ujian akhir penentuan sebagai akhir belajar seorang siswa”
(Agung Prasetyo, siswa Kelas Kelas IX).
“Ujian Nasional adalah ujian yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, dari SD ke SMP, SMP ke SMU, dan SMU ke Perguruan Tinggi”.
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman siswa tentang UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai Mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa inggris, dan IPA”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
 “Matematika, bahasaIndonesia,IPA, BahasaInggris”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas Kelas IX)
“Mata pelajaran yang diujiankan ada 4, IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali Pemahaman siswa tentang UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai pelaksanaan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Tanggal 4-7 mei 2015”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Tidak tahu”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX)

“Kalau yang saya ketahui tentang UN SMP itu sekitar tanggal 4 Mei – 7 Mei 2015”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman siswa tentang UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai standar nilai kelulusan tiap-tiap mata pelajaran dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“5,5”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“5.0”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas Kelas IX)
“Di UN ada standar nilai kelulusan yang sama, sekitar  5,5”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mengenai pemahaman siswa tentang Ujian Nasional menunjukkan ketiga subjek faham dan mengerti apa yang dimaksud dengan Ujian Nasional.Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan pengertian faham menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) yakni mengerti benar (akan); mengetahui benar. Pemahaman ini juga ditunjang smua subjek mengetahui semua mata pelajaran yang akan diujikan dalam Ujian Nasional. Pun demikian dalam hal tanggal pelaksanaan dan standar nilai kelulusan Ujian Nasional, sebagian besar (dua dari tiga subjek penelitian) mengetahui dengan tepat tanggal pelaksanaan Ujian Nasional, hanya satu subjek yang tidak mengetahui, hal karena waktu pengambilan data yang masih jauh dari pelaksanaan Ujian Nasional sehingga sosialisasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Ujian Nasional relative masih sedikit.
Guru. Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Pemahaman guru tentang Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan guru mengenai Ujian Nasional diperoleh informasi sebagai berikut.
 “Ujian Nasional merupakan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan”
(Fitriani Sarmita)

“Ujian Nasional adalah ujian yang dilakukan serempak, artinya dari seluruh Indonesia melakukan kegiatan ujian yang dilakukan secara bersamaan”
(Ainun Nadhif)

“Ujian Nasional adalah tes untuk mengukur kemampuan siswa dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman guru tentang Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan guru mengenai Mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional diperoleh informasi sebagai berikut.
“Mata pelajaran ujian nasional SMP adalah matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia”
(Fitriani Sarmita)

“ Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan IPA”
(Ainun Nadhif)

Mata pelajaran yang diuji nasionalkan itu tergantung jurusan, Pak! Kalau jurusan IPS yang diujikan itu Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia, Ekonomi, Sosiologi, sama Geografi. Jurusan Bahasa Indonesia; Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Antropologi.Bahasa Asing kalau bahasa asing itu berbeda lagi. Seperti Bahasa Jepang, pokoknya berbeda dengan Bahasa Inggris. Jurusan Agama; Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fiqih, Ilmu Kalam, Tafsir, kemudian Hadist. Jurusan IPA; Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia, Biologi, Fisika, dan Kimia. Tapi kalau di madrasah Salman Alfarisi tempat saya ngajar ini jurusannya cuma ada jurusan IPS pak. Jadi kalau siswa saya hanya ikut ujian IPS saja, tidak ikut ujian jurusan lain”
(Emi Nurhayati)

Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman guru tentang Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan guru mengenai standar nilai kelulusan tiap-tiap mata pelajaran dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“5.5”
(Ainun Nadhif)

“Standar kelulusan tiap mata pelajaran ujian nasional adalah 5.5.Tiap tahun berbeda. Yang sekarang distandarkan oleh sekolah dengan nilai 7 yang menunjukkan ketentuan baik”
(Fitriani Sarmita)

 “Ooo begini pak, kalau sekarang Ujian Nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Sudah tidak ada standar nilainya”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara mengenai pemahaman gurutentang Ujian Nasional menunjukkan ketiga subjek faham dan mengerti apa yang dimaksud dengan Ujian Nasional. Ujian Nasional merupakan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan, dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan Pasal 58 ayat (2)”. Mengacu pada Permendikbud No. 144 Tahun 2014, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dimana penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran tertentu yang diikuti oleh peserta didik SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245).W.S Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi. Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44) menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu  kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Ketiga pendapat di atas, meskipun tidak meyebutkan dengan kalimat yang sama, memiliki makna atau maksud yang kurang lebih sama. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pemahaman bukan saja pengalihan arti dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi konsepsi abstrak ke suatu model yang lebih mudah dipahami. Pemahaman yang diperoleh oleh guru tentang Ujian Nasional juga diperoleh dari suatu proses memahami karena terlibat di dalam situasi Ujian Nasional. Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain. Pengalaman merupakan sumber pemahaman, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pemahaman. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pemahaman. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
Orang tua.Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang tua yaitu ibu Mawar, pak Sumardi, pak Ahmad, dan pak Dodo mengenai sejauh apa pemahaman mereka tentang UN.  ibu Mawar kurang cukup memahami mengenai UN dilihat dari jawaban-jawaban ibu mawar misal tentang apa yang diketahui tentang UN, ibu Mawar hanya menjawab sekenanya saja tanpa memberikan penjelasan yang lebih, pun demikian pada pak Dodo dan pak Sumardi, namun agak berbeda pada pak Ahmad, beliau memberikan jawaban agak panjang mengenai pemahaman beliau tentang UN pelajaran apa saja yang di UN kan. Berdasarkan hal tersebut memperlihatkan bahwa tingkat pemahaman pak Ahmad lebih banyak dibandingkan dengan tiga responden lainnya.
Berkebalikan pada hasil pertanyaan sebelumnya, pada pertanyaan kedua pak Ahmad justru ragu dengan jawabannya ketika menjawab pertanyaan mengenai mata pelajaran apa saja yang di UN kan. Pak Dodo dan pak Sumardi meski menjawab namun masih kurang lengkap. Jawaban yang tampak mencolok adalah pada ibu Mawar karena tidak tahu sama sekali tentang mata pelajaran apa saja yang akan di UN kan. .
Mengenai kapan waktu pelaksanaan UN dan berapa standar nilai kelulusan siswa terdapat jawaban yang berbeda-beda dari orang tua, ibu Mawar hanya menjawab dari “senin sampai Rabu”, pak Dodo menjawab 13 April 2015, pak Sumardi menjawab 12-14 April 2015, sedangkan pak Ahmad justru belum tahu dan masih menunggu pengumuman dari sekolah dan pemberitahuan pemerintah dari TV. Demikian pula saat menjawab berapa setandar nilai kelulusan UN, pak ahmad menjawab “ada yang 40 ada yang 50”, pak Dodo menjawab 6,00, pak Sumardi menjawab benar yaitu 5,5 namun masih ragu, sedangkan ibu Mawar tidak tahu berapa standar nilai kelulusan UN.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap empat orang tua siswa mengenai pemahaman terhadap UN tampak bahwa para orang tua belum memahami dengan baik dan kurang mengikuti perkembangan pemberitaan-pemberitaan mengenai UN yang akan di ikuti oleh anak-anak mereka. Padahal pemahaman orang tua terhadap UN yang akan diikuti oleh anak-anak mereka akan turut mempengaruhi persiapan-persiapan orang tua dalam mempersiapkan anak menempuh ujian nasional.
Persiapan  menghadapi UJian Nasional
Siswa.Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi UJian Nasional berdasarkan upaya-upaya yang dipersiapkan untuk menghadapi UN di dapatkan informasi sebagai berikut.
Meningkatkan belajar serta mempersiapan kondisi kesehatan dengan olahraga dan istirahat yang cukup”
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Belajar lebih intensif, mengikuti program bimbingan dalam menghadapi ujian nasional, mengikuti try out, dan mengadakan kelompok belajar”
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX ).

“Untuk mempersiapkan UN, saya banyak melakukan persiapan meliputi les pribadi, mengikuti  try out serta latihan mengerjakan soal-soal ujian naasional tahun-tahun sebelumnya yang ada dibuku”.
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai persiapan sekolah untuk pelaksanaan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Sekolah memberikan jam tambahan belajar, bimingan, dan try out soal soal ujian”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Sekolah mengadakan try-out, menyediakan fasilitas bimbingan belajar bagi siswa khususnya bagi mata plajaran yang diujikan”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Sekolah membentuk kelompok-kelompok belajar dengan memasukkan siswa yang dianggap pandai pada masing-masing kelompok, kemudian latihan mengerjakan soal-soal ujian, serta sekolah memberikan kisi-kisi materi yang diujikan ketika Ujian Nasional”.
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional berdasarkan kesiapan siswa menghadapi Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Sudah siap 75%”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“80 %, (sudah belajar, bimbingan, try-out, dan menyiapkan stamina serta mental)”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Kalau kesiapan InsyaAllah sudah siap 100%”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional berdasarkan dukungan keluarga dalam persiapan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Keluarga mendukung dengan mengurangi penggunaan HP, mengurangi jam memantu orang tua dengan melebihkan belajar, dan mengurangi jam menonton TV”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Dukungan keluarga sangat besar, seperti memberikan perhatian sering melakukan sharing apabila ada kendala dalam belajar serta memberikan motivasi”.
 (Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Keluarga mendukung dengan memotivasi, belajar dan memberikan les tambahan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi Ujian Nasional. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ketiga subjek telah siap menghadapi ujian, baik persiapan diri yang rata- rata meningkatkan jam belajar, latihan mengerjakan soal-soal Ujian Nasional tahun – tahun sebelumnya, persiapan sekolah yang memberikan jam belajar tambahan, mengadakan try out, mengadaak kelompok-kelompok belajar, serta dukungan keluarga yang rata-rata meningkatkan konsentrasi ,motivasi, serta dukungan kepada siswa sehingga mampu mempersiapkan diri dengan baik. Kesiapan ini sesuai dengan arti kata siap yang berarti bersedia-sedia dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur segala sesuatu (untuk) (KBBI, 2015).
Guru. Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi Ujian Nasional berdasarkan upaya akademikyang dipersiapkan untuk menghadapi UN di dapatkan informasi sebagai berikut.
 “Melaksanakan program les regular dan mandiri”
(Fitriani Sarmita)

 “Mengadakan les, fotokopi contoh soal UN yang sudah lewat. Itu saja yang biasa kita lakukan”
(Emi Nurhayati)

“banyak mas, (ee…) mulai tambahan pelajaran, kemudian beberapa les juga yang diikuti oleh anak-anak kemudian beberapa kegiatan pelatihan try out yang disiapkan untuk menunjang persiapan anak dalam menghadapi Ujian Nasional ini”
(Ainun Nadhif)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi Ujian Nasional berdasarkan upaya spiritual dan sosialyang dipersiapkan untuk menghadapi UN di dapatkan informasi sebagai berikut.
 “Ya karena di sini genrenya adalah sekolah islam, jadi setiap kali selesai shalat dhuha di masjid selalu kita tambahkan beberapa (ee..)hal, yaitu doa bersama, istighosah, kaitannya dengan mendekatkan diri pada sang maha pencipta, kaitannya agar anak lebih… lebih yakin kemudian anak-anak agar lebih percaya diri akan UN nanti”
(Ainun Nadhif)

“Biasanya melakukan pengajian setiap hari jumat, mengarahkan ke murid untuk banyak berdoa, sering ada arahan dari kepala sekolah. Biasanya setiap mendekati ujian, pihak guru mengundang orang tua siswa untuk memberikan pengetahuan tentang sistem UN dan berdoa bersama”
(Emi Nurhayati)

“Upaya spiritual meliputi doa bersama, mabith, puasa senin kamis, sedangkan upaya sosial meliputi memberikan bantuan ke lembaga sosial, contohnya panti jompo”
(Fitriani Sarmita)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi Ujian Nasional. Hasil wawancara menunjukkan bahwa rata- rata persiapan yang dilakukan adalah meningkatkan jam belajar, latihan mengerjakan soal-soal Ujian Nasional tahun – tahun sebelumnya, mengadakan try out.  Kesiapan ini sesuai dengan arti kata siap yang berarti bersedia-sedia dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur segala sesuatu (untuk) (KBBI, 2015). Persiapan adalah suatu kegiatan yang akan dipersiapkan sebelum melakukan sebuah kegiatan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh sekolah yang disampaikan oleh guru di atas, merupakan upaya-upaya untuk mencapai hasil ujian siswa yang memuaskan. Meningkatkan jam belajar dan latihan ujian dinilai sebagai strategi atau cara yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar. Upaya spiritual dan sosial juga dianggap mampu meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri sebagai bekal menhadapi ujian nasional.
Orang tua.Persiapan yang baik akan memberikan hasil yang baik, demikian pula pada UN. Persiapan-persiapan tersbut tidak hanya dilakukan oleh siswa yang akan menghadapi UN, namun faktor orang tua dalam mempersiapkan anak-anak mereka untuk menghadapi UN turut berpengaruh besar terhadap keberhasilan anak menempuh UN. Hasil wawancara dengan ibu Mawar mengungkapkan tidak ada yang spesial dalam mempersiapkan UN anak, upaya yang dilakukan ibu Mawar adalah selalu mendoakan kesuksesan anak di tiap-tiap shalat.Demikian pula pada pak Ahmad dan pak Dodo yang hanya mempercayakan persiapan anak pada sekolah melalui tambahan-tambahan jam pelajaran. Berbeda dengan pak Sumardi yang mengikutkan anaknya pada lembaga bimbingan belajar, selain itu pak Sumardi juga selalu mendorong anaknya untuk rajin belajar dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui shalat malam.Mengenai upaya sekolah dalam mempersiapkan anak dalam menghadapi UN tidak banyak diketahui oleh orang tua. Orang tua hanya tahu sebatas adanya les dan tambahan pelajaran.
Berkaitan dengan apakah ada dana atau biaya khusus sebagai persiapan anak menghadapi UN, dari keempat responden hanya ibu mawar yang menyiapkan dana khusus untuk persiapan UN anak, dana khusus tersebut dipersiapkan untuk keperluan membayar try-out, fotokopi materi, dan uang saku agar anak membeli makan-makanan yang bergizi.
Berdasarkan hasil wawancara dari keempat responden tentang bagaimana orang tua mempersiapkan anak dalam menempuh UNdapat disimpulkan bahwa secara khusus tidak ada persiapan spesial yang dilakukan, hampir seluruh responden mempercayakan persiapan UN pada sekolah. Demikian pula mengenai adakah dana khusus yang dipersiapkan, hampir semua responden menjawab tidak ada.
Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan.
Siswa.Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan berdasarkan perlu tidaknya diadakan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Perlu, dengan adanya UN maka kemampuan siswa selama 3 tahun dapat dievaluasi. Sehingga hasil belajar selama 3 tahun dapat diketahui.”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Perlu, karena dengan adanya ujian nasional merupakan syarat khusus untuk melanjutkan keperguruan lebih tinggi.”.
 (Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Saya pikir ujian nasional hanya akan membuat pelajar tertekan dan takut. Jadi menurut saya tidak perlu”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan berdasarkan dampak terhadap psikologi siswa di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Ada, ada tekanan untuk belajar lebih banyak mempersiapkan ujian Nasional.”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Ada, Ujian Nasional menjadi momok yang mengerikan bagi siswa.”.
 (Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Tidak, karena stress dan takut akan menyebabkan saya semakin tidak bisa mengerjakan ujian yang berdampak pada ketidaklulusan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan berdasarkan Setuju tidaknya UN sebagai penentu kelulusan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Tidak, karena banyak faktor non teknis yang mempengarui keberhasilan UN.Adanya kesalahan membulati LJK bisa berpengaruh terhadap kelulusan.Sehingga tidak adil bila UN digunakan sebagai penentu kelulusan”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Tidak setuju, karena setiap siswa memiliki kemampuan dibidang masing-masing, sehingga tidak pas kalau kelulusan hanya ditetukan oleh Ujian Nasional”.
 (Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Saya tidak setuju, karena proses belajar selama tiga tahun tidak bisa diukur atau ditentukan hanya dengan Ujian Nasional”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)


Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali mberdasarkan standar apa yang paling pas digunakan sebagai penentu kelulusan menurut siswa di dapatkan informasi sebagai berikut.

“Ujian akhir Sekolah, karena sekolah yang paling tau kemampuan siswa selama pembelajaran”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)

“Ujian praktek”.
 (Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )

“Standar yang pas dengan nilai raport, karena nilai raport adalah penilaian setiap semester yang bisa mewakili gambaran kemampuan siswa secara keseluruhan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan.  Menurut Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) Persepsi secara sempit diartikan sebagai penglihatan, sedangkan secara luas, persepsi dapat diartikan sebagai cara atau bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak berhenti pada apa objek yang dilihat, tetapi juga pada interpretasi maknanya. Definisi persepsi berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan sebagaisuatu gambaran yang ditimbulkan oleh objek (baik dari dalam ataupun luar diri individu) yang memberikan stimulus berupa informasi yang diinterpretasikan oleh otak hingga muncul suatu pemahaman terhadap objek tersebut.Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua subjek berpresepsi bahwa Ujian nasional tidak bisa dijadikan tolak ukur sebagai penentu kelulusan.Mereka setuju dengan pelaksanaan Ujian Nasional tapi hanya digunakan sebagai bahan evaluasi sejauh mana pencapaian pembelajaran ditingkat Nasional.Ujian Nasional juga memberikan tekanan psikologi juga kepada siswa jika digunakan sebagai penentu kelulusan karena Ujian Nasional merupakan satu-satunya parameter keberhasilan selama belajar tiga tahun. Semua subjek penelitian setuju penentu kelulusan adalah Ujian yang dilakukan oleh sekolah, karena ujian ini dianggap paling mewakili keberhasilan proses belajar siswa (subjek). Persepsi subjek terhadap Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan muncul sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) tersebut.
Guru.Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan berdasarkan perlu tidaknya diadakan Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
 “Setuju, Ujian Nasional dapat digunakan sebagai standarisasi kualitas pendidikan tiap sattuan pendidikan atau daerah di Indonesia”
(Fitriani Sarmita)

“Setuju, (ee…) alasannya seperti ini mas, jadi dengan adanya UN, (ee…) siswa lebih terpacu, artinya dia tidak hanya sekadar yang penting berangkat ke sekolah selesai pulang, ada PR dikerjakan tidak ada ya tidak, (ee…) harapannya dengan adanya UN ini anak-anak bisa lebih termotivasi belajarnya. Ini lepas dari standar yang ditentukan oleh dinas pendidikan ya. Kaitannya dengan (ee…) nilai kelulusan ini terlepas dari itu, tapi (ee…) sebagai motivasi saja sebetulnya kalau menurut saya, artinya anak-anak lebih terpacu belajarnya juga lebih serius karena kaitannya dengan Ujian Nasional”
(Ainun Nadhif)

“Kalau menurut saya pribadi pak sangat tidak setuju.Alasannya pelaksanaannya kurang jujur, kurang tegas, belum mampu mengukur sesuatu yang diukur. Ini dari semua pihak”
(Emi Nurhayati)

Pendapat ini selanjutnya mengalami perubahan setelah dikonfirmasi kembali.

“saya setuju, alasan pertama untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, kedua untuk meningkatkan kemampuan siswa dari aspek kognitif”
(Emi Nurhayati)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu kelulusan diperoleh informasi sebagai berikut.

 “Tidak setuju, karena Ujian Nasional tidak dapat dijadikan patokan. Selain Ujian Nasional, juga patut mempertimbangkan nilai-nilai sebelumnya”
(Fitriani Sarmita)

“Nah kalau itu, kurang ya mas artinya seperti ini mas, ee.. Ujian Nasional yang mengadakan adalah pusat, sementara standar kelulusan kemudian fasilitas masing-masing sekolah dan masing-masing daerah itukan berbeda nah itu yang kurang sepakat ketika ujian nasional dijadikan satu-satunya alasan untuk meluluskan anak, karena tiap daerah mempunyai fasilitas yang berbeda tiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda tidak bisa disamakan, kecuali ada cara khusus atau sesuatu yang khusus dari pusat untuk memberikan atau mensuplai beberapa hal yang standar pendidikannya itu nanti bisa merata nah kalau seperti itu saya baru sepakat tapi kalau proses pendidikan masih seperti ini ada yang bagus ada yang kurang ada yang bahkan ee.. buruk sama sekali nah itu yang yang membuat saya tidak sepakatkalau ini dijadikan satu-satunya penentu kelulusan.”
(Ainun Nadhif)

“Tidak setuju“
 (Emi Nurhayati)

Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi tentang standar yang tepat sebagai penentu kelulusan diperoleh informasi sebagai berikut.

“menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, lulus Ujian Sekolah, dan lulus Ujian Nasional”
(Fitriani Sarmita)

 “Yaa karena tiap sekolah mempunyai guru masing-masing punya kebijakan masing-masing, ya dilibatkan saja artinya selain UN, juga melibatkan ee..pengajar, pendidik,para guru dari sekolah masing-masing karena meraka paham mereka tahu anak ini layak untuk lulus apa tidak seperti itu”
(Ainun Nadhif)

“Tidak ada  standar yang pas. kalaupun sekarang 70 persen yang menentukan kelulusan sekolah yang 70 persen diambil dari nilai rapot 1,2,3,4,5 kemudian yang 30 persen ditambah dengan nilai ujian UAMBS, tetap kami mendongkrak nilai siswa. Soalnya kebijakan sekolah itu,, siswa harus lulus. Contohnya ujian sekolah tahun ini pak. Banyak siswa yang ujian sekolah kita katakan jelek tapi nilainya kita dongkrak.Sedikit saya jelaskan kalau UAMBS.Ujian akhir madrasah bertaraf nasional mata pelajaran yang diujikan itu mata pelajaran yang umum.Kalau UAM ujian akhir madrasah mata pelajaran yang diujikan itu mata pelajaran yang umum.Kalau pada tingkat SMA atau sekolah umum tetap dinamakan UAS dan UN.”
 (Emi Nurhayati)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi tentang kelebihan dan kekurangan UN diperoleh informasi sebagai berikut.
“Kalau kelebihan, membuat siswa merasa takut artinya takut siswa itu tidak lulus sehingga  bisa meningkatkan motivasi belajar siswa, tetapi ini hanya untuk beberapa sekolah. Kekurangan.Belum bisa atau mampu dilaksanakan secara jujur belum tegas. Banyak biaya yang dihabiskan tapi tidak mampu menguku apa yang harus diukur. Apa yg diukur itu seperti pengetahuan atau kognitif. Itu saja sih pak menurut saya kekurangan dan kelebihan”
(Emi Nurhayati)

“Eee... kelebihannya memacu anak lebih aktif lebih giat untuk belajar kalau kekurangannya eee.. SKL yang tidak sama mas, artinya standar kelulusan dari tiap-tiap daerah dituntut untuk mee..memberikan nilai yang rata sementara kemampuan atau standarisasi tiap daerah berbeda nah itu kekurangannya”
(Ainun Nadhif)

“kelebihan Ujian Nasional adalah dapat digunakan untuk menentukan kualitas pendidikan tiap satuan pendidikan. Kekurangan Ujian Nasional menjadi momok yang mempengaruhi psikis peserta didik”
(Fitriani Sarmita)
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menyatakan bahwa semua responden memiliki persepsi tidak setuju dengan UN sebagai penentu kelulusan.Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap.Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif.Walaupun semua subyek menyatakan tidak setuju dengan UN sebagai penentu kelulusan, tetapi setuju UN tetap dilaksanakan.Hal ini disebabkan karena pentingnya UN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong atau motivator bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penylenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya.Secara konseptual UN mampu menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi yang dicapai oleh setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi, dan prestasi nasional secara keseluruhan.Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Di dalam konteks ini UN merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi penting dalam menegakkan akuntabilitas.Tujuan diadakan Ujian Nasional (UN) , Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentuyaitu: Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik; Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah; Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi, kabupaten/kota,        sekolah/madrasah, dan kepada masyarakat.
Orang tua.Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya UN merupakan pembahasan yang selalu menarik untuk didiskusikan, bagi pihak yang setuju, UN dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat untuk mengukur kemampuan siswa, bagi pihak yang tidak setuju, UN dianggap sebagai ketidakadilan pendidikan, karena masa studi 3 tahun hanya ditentukan 3 hari yang tentunya akan membawa dampak psikologis pada siswa, oleh karena itu sebagai upaya mengetahui persepsi masyarakat, perlu diketahui bagaimana persepsi orang tua siswa terhadap adanya UN.
Hasil wawancara dengan ibu Mawar menyatakan setuju dan perlu diadakannya UN dangan alasan agar anak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, namun ibu Mawar tidak setuju jika UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Beliau lebih setuju jika kelulusan siswa dilihat dari nilai rapor dan ujian sekolah saja.Sedangkan pak Dodo dan pak Ahmad menyatakan UN tidak diperlukan, apalagi dijadikan satu-satunya penentu kelulusan, selain karena faktor tidak meratanya kualitas pendidikan di Indonesia juga karena kurang etis jika pembelajaran selama 3 tahun ditentukan hanya dalam waktu 3 hari, demikian pula jika UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan akan memberi dampak dan beban psikologis yang sangat besar kepada anak, diantaranya anak akan merasa tertekan, ketakutan jika tidak lulus, dan stres. Lebih tepat jika penentu kelulusan diambilkan dari nilai rapot karena lebih mencerminkan proses pembelajaran selama masa studi anak.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan hanya ibu mawar yang setuju diadakannya UN, namun jika UN dijadikan satu-satunya penentuk kelulusan seluruh responden sepakat tidak setuju dan memeberikan alternatif penentu kelulusan lebih tepat jikia diambilkan dari raport dan penilaian sekolah.
KESIMPULAN
Secara umum subjek penelitian memahami tentang ujian nasional, mereka setuju dan telah mempersiapkan diri guna menghadapi Ujian tersebut. Pun demikian pihak sekolah dan orang tua juga memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan Ujian Nasional ini. Ujian nasional sebagai Ujian menyeluruh diakhir periode kelulusan siswa sekolah sangat baik dilakukan sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi seberapa besar pencapaian kompetensi oleh siswa, tetapi menjadi tidak pas apaila Ujian Nasional dijadikan sebagai satu-satunya parameter untuk penentu kelulusan, mengingat masih besarnya disperitas kualitas pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Febriani, D., Mujiasih, E., & Prihatsanti, U. (2011).Hubungan antara persepsi terhadap word of mouth (WOM) dengan intensi membeli makanan vegetarian pada mahasiswa fakultas psikologi universitas diponegoro.Jurnal Psikologi Undip, 10, 177.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kualitatif, Kunatitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kotler, P. (2000). Marketing manajement: Analysis, planning, implementationand control. 9th ed. New Jersey: Prentice Hall International
Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014. Tentang
Rahmat, J. (2003). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Robbins, S. P. (2007). Perilaku organisasi. (Hadyana Pujaatmaka, Penerjemah).
       Jakarta: Prenhallindo
Rosyadi, I. (2001). Keunggulan kompetitif berkelanjutan melalui capabilities-based competition: Memikirkan kembali tentang persaingan berbasis kemampuan. Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1.
Sunaryo.(2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Thoha, M. (1999).Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wardani, I. K. & Hariastuti, R. T. (2009).Mengurangi persepsi negatif siswa tentang konselor sekolah dengan strategi pengubahan pola pikir (cognitive restructuring).Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, vol. 10, no.2.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH PROPOSAL RENOVASI MUSHOLLA

Tanya Jawab tentang Mixed Methode Research