PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN UN SEBAGAI PENENTU KELULUSAN (Penelitian)
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN UN
SEBAGAI PENENTU KELULUSAN
Oleh :
Andra Novitasari, Budiono, M.H. Burhanuddinsyah
PENDAHULUAN
Undang-Undang No.
2 Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Rumusan tersebut dapat
diartikan bahwa pendidikan di
Indonesia diharapkan dapat
menghasilkan lulusan bermutu yang diakui di tingkat nasional, regional
dan internasional serta lulusannya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
karakter pribadi dan watak yang dapat diandalkan. Tanpa menghasilkan lulusan
yang bermutu, program pendidikan bukan merupakan sebuah investasi sumberdaya
manusia, melainkan hanya sebuah pemborosan baik dari segi biaya, tenaga, waktu,
dan akan menimbulkan berbagai masalah sosial.
Menurut Permendikbud
No. 144 Tahun 2014, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi
peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dimana
penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran tertentu yang diikuti oleh peserta
didik SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.
UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
pemetaan mutu satuan dan/program pendidikan; seleksi untuk masuk jenjang
pendidikan berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan
pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Senada dengan hal tersebut Haryanti dan Mujiran (Suara Merdeka,
150205) mengemukakan bahwa alasan pemerintah menyelenggarakan ujian nasional,
antara lain karena ujian nasional berguna untuk mengukur dan menilai kompetensi
peserta didik dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya disampaikan
juga bahwa pemerintah memandang perlu dilaksanakannya UN karena selain untuk
kepentingan pemetaan pendidikan UN juga dipakai sebagai instrumen penentu
kelulusan dan pemberian ijazah bagi peserta didik.
PelaksanaanUN selama ini masih banyak ditemui
berbagai fenomena - fenomena permasalahan yang terjadi.Pro dan kontra menyeruak
di masyarakat mengenai perlunya UN, terlebih UN dijadikan sebagai standar
kelulusan. Beberapa pandangan masyarakat mengenai pelaksanaan UN adalah sebagai
berikut:
Banyak siswa yang terbebani gara-gara
UN.Cuma wktu 4 hari menentukan kelulusan.Padahal kita belajar cukup lama.Yang
berhak menentukan kelulusan itu sekolah, karena sekolah yang tau gimana siswa
sehari-hari dalam masalah nilai dan keaktifan siswa.
(Ulva, Pelajar)
Siswa saya tahun kemarin harus
menerima nasibnya sebagai siswa lulusan paket C. Sementara selama 3 tahun saya
menilai dia sebagai siswa yang mempunyai daya intake tinggi untuk pelajaran
yang saya ajarkan : fisika. Sementara selama 3 tahun dia bergelut belajar mesin
dengan jurusan mesin perkakas. Untuk melamar ke perusahaan juga ijasahnya tidak
laku, apa yang mau di promosikan?! Kemarin saya bertemu dengan dia, rasanya mau
menangis melihat anak teladan bernasib seperti itu, saya hanya bisa bilang saya
doakan agar dia sukses dalam hidupnya.
(Elis Rosidah, Guru)
Yang pasti sudah ditetapkn UN tahun
ini pasti berlangsung. UN diciptakan pemerintah tentunya dengan suatu tujuan
mulia, ingin mengangkat mutu pendidikan nasional yang berstandar baik dan terus
meningkat. Tapi pemerintah lupa, bahwa yang harus distandarkan pertama kali
adalah moral bukan nilai satu atau dua pelajaran saja. Apa pun alasan
pemerintah bahwa kelulusan bukan mutlak dari UN, nyatanya, UN masih penentu
utama kelulusan. Buktinya yang tidak lulus UN harus ikut Paket B atau C,
padahal yang tidak lulus hanya satu pelajaran. Jujur saja, UN adalah bisnis
milyaran bagi pembuat soal apapun lembaganya. Di sisi lain, sekolah memasang
target lulus maksimal (baca 100%) karena ada tekanan dari yang lebih tinggi,
dan seterusnya. Sehingga terciptalah ketidak jujuran.
(Adit, Masyarakat)
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pemahaman siswa,
guru, dan orang tua tentang UN, (2) Untuk mengetahui persiapan siswa, guru, dan
orang tua dalam mengghadapi UN, (3) Untuk mengetahui persepsi siswa, guru, dan
orang tua terhadap UN sebagai penentu kelulusan.
Persepsi.Persepsi
merupakan proses ketika seseorang mulai menyeleksi, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi yang ada untuk menciptakan gambaran yang berarti
(Kotler, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa persepsi erat kaitannya dengan
lingkungan, karena seseorang membuat persepsi untuk memaknai lingkungan di
sekitarnya dengan menggunakan indera yang dimiliki (Robbins, 2007). Persepsi
membuat seseorang memahami apa yang terjadi di sekitarnya, ataupun hal yang ada
dalam diri individu itu sendiri (Sunaryo, 2004). Hal ini menyebabkan persepsi
akan selalu ada, karena individu tak pernah lepas dari lingkungan sekitarnya
dan diri individu itu sendiri.
Leavitt (dalam Rosyadi, 2001)
mendefinisikan persepsi dalam pandangan yang sempit dan luas. Persepsi secara
sempit diartikan sebagai penglihatan, sedangkan secara luas, persepsi dapat
diartikan sebagai cara atau bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Persepsi tidak berhenti pada apa objek yang dilihat, tetapi juga pada
interpretasi maknanya. Definisi persepsi berdasarkan pemaparan di atas dapat
disimpulkan sebagaisuatu gambaran yang ditimbulkan oleh objek (baik dari dalam
ataupun luar diri individu) yang memberikan stimulus berupa informasi yang
diinterpretasikan oleh otak hingga muncul suatu pemahaman terhadap objek
tersebut.
Jenis Persepsi. Persepsi
dibedakan menjadi dua, persepsi eksternal dan persepsi diri (Sunaryo,
2004).Persepsi eksternal adalah persepsi yang datang akibat adanya rangsangan
dari luar diri seseorang dan objek yang dipersepsikan berasal dari luar
individu, sedangkan persepsi diri merupakan persepsi yang muncul akibat adanya
rangsangan dari dalam diri individu tersebut dan objeknya adalah dirinya
sendiri.Contoh persepsi eksternal adalah persepsi seseorang mengenai
perkembangan fashion, penampilan
orang lain, pelayanan, dan sebagainya.Persepsi terhadap penampilan, karakter
dan sifat diri sendiri merupakan contoh dari persepsi diri. Persepsi yang akan
diteliti dalam penelitian ini termasuk ke dalam contoh persepsi eksternal,
karena yang dipersepsikan adalah objek di luar individu.
Wardani dan Hariastuti (2009) mengatakan
bahwa berdasarkan jenis stimulusnya, persepsi dapat dibedakan menjadi persepsi
positif dan negatif.Persepsi positif adalah persepsi yang muncul karena adanya
stimulus yang bersifat positif. Contohnya, seseorang yang ramah akan
dipersepsikan sebagai orang yang baik. Sebaliknya, persepsi negatif terbentuk
karena adanya stimulus negatif, misalnya seseorang yang suka menggertak,
berbicara dengan nada suara tinggi akan dipersepsikan sebagai orang yang tidak
baik. Febriani, Mujiasih, dan Prihatsani (2011) juga menambahkan bahwa akan ada
perbedaan antara tiap individu dalam menilai sesuatu yang dapat menimbulkan
munculnya persepsi positif dan negatif dari individu tersebut.
Proses Terjadinya Persepsi.Proses
terjadinya persepsi dibedakan menjadi tiga proses, yakni proses fisik,
fisiologis, dan psikologis (Sunaryo, 2004). Proses ketika objek memberikan
stimulus ke alat indera atau reseptor disebut sebagai proses fisik. Proses selanjutnya
merupakan proses penyampaian stimulus ke otak oleh saraf sensoris yang disebut
proses fisiologis. Proses terakhir, yakni proses psikologis adalah proses dalam
otak sehingga individu dapat memahami dan menyadari stimulus yang diterima.
Secara umum, proses terjadinya persepsi dimulai ketika ada
objek yang menimbulkan stimulus hingga stimulus tersebut diterima oleh indera
sang pembuat persepsi. Stimulus itu akan diteruskan ke otak yang jika
dilanjutkan akan dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk memberikan
respons.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Persepsi .Persepsi merupakan suatu proses
yang dialami setiap orang, namun persepsi tidak selalu sama untuk orang yang
berbeda meskipun dengan objek yang sama (Robbins, 2007). Hal ini dapat disebabkan
oleh berbedanya faktor yang mempengaruhi persepsi itu sendiri. Contohnya,
seseorang mempersepsikan bahwa pohon yang ada di hadapannya adalah pohon
tertinggi yang pernah ia lihat, namun orang lain mengatakan bahwa pohon itu
tinggi tapi tidak yang tertinggi. Individu yang pertama belum pernah melihat
pohon yang tingginya sama atau lebih besar dari pohon yang ada di hadapannya
saat itu, tapi individu kedua sudah pernah melihat pohon yang lebih tinggi. Hal
ini membuktikan bahwa persepsi yang berbeda dapat tercipta meski dengan objek
yang sama, dan faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan pengalaman individu
tersebut.
Robbins (2007) memaparkan tiga faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang, yakni faktor pelaku persepsi, target persepsi
dan situasi persepsi. Faktor pelaku persepsi meliputi sikap, motif atau
kebutuhan, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan.Hal
baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan termasuk ke dalam
faktor target persepsi, yakni faktor yang terdapat pada stimulus.Faktor ketiga
adalah situasi persepsi yang meliputi waktu, keadaan fisik, dan keadaan sosial
di lingkungan pembuat persepsi saat persepsi dibentuk.
Krech dan Crutchfield (1975) dalam Rahmat
(2003) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ke dalam dua
faktor, yakni faktor fungsional dan struktural.Faktor fungsional mencakup
kebutuhan, perasaan individu (gembira, sedih, gelisah), pelayanan dan
pengalaman masa lalu individu.Faktor struktural merupakan faktor yang timbul
dari stimulus atau efek yang ditimbulkan dari sistem saraf individu.
Persepsi pada umumnya terjadi karena dua
faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Thoha, 2003).Faktor internal
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi
interpretasi informasi seperti motivasi, kepribadian, dan kebiasaan.Faktor
eksternal meliputi objek yang memberikan stimulus, baik sosial maupun fisik.
Penulis dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan uraian di atas bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor dari dalam
dan luar diri seseorang. Dari dalam diri atau internal meliputi segala hal yang
terdapat pada sang pembuat persepsi (perceiver),
sedangkan eksternal meliputi objek yang akan dipersepsikan serta situasi saat
persepsi diciptakan.
Kriteria Kelulusan.
Menurut Permendikbud No. 144 Tahun 2014, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan setelah:
a.
Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian
akhir untuk seluruh mata pelajaran;
c.
Lulus ujian us/m/pk; dan
d.
Lulus UN
Ujian Nasional.MenurutPermendikbud
No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian
standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.
Nilai Akhir
setiap mata pelajaran yang diujinasionalkan paling rendah 4,0 (empat koma
nol);dan rata-rata Nilain Akhir untuk semua mata pelajaran paling rendah 5,5
(lima koma lima), dimana Nilai Akhir merupakan gabungan Nilai Sekolah /
Madrasas / Pendidikan Kesetaraan dan Nilai UN dengan bobot 50% Nilai S/M/PK dan
50% Nilai UN (Permendikbud No. 144 Tahun 2014).
Pelaksanaan UN
dalam Permendikbud No. 144 Tahun 2014 yaitu UN SMA/MA, SMALB, dan SMK/MAK dilaksanakan
pada bulan Apriltahun 2015.Sedangkan UN untuk SMP/MTsdanSMPLB dilaksanakan pada
bulan Mei 2015.
METODE
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, dimana
penelitian dilakukan dengan indepht
interview dengan
wawancara sesuai format yang telah ditentukan sampai saturasi data yang
diperlukan terpenuhi dan sesuai kriteria yang ditentukan.
Penelitian
dilaksanakan sejak tanggal 12 April – 28 April 2015, dengan subjek sumber data
penelitian adalah guru tiga orang, orang tua empat orang, dan siswa tiga orang.
Instrument
pengumpul data penelitian adalah peneliti sendiri.Peneliti sebagai human
instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan membuat
kesimpulan atas temuannya. (Sugiyono, 2010)
Teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dimulai dengan menjelaskan
tujuan penelitian dan kemudian dilakukan melakukan wawancara mendalam untuk
mengungkap Persepsi
Masyarakat Terhadap Pelaksanaan UN Sebagai Penentu Kelulusan; lama waktu wawancara antara 20- 30
menit.Jawaban responden dituliskan pada kertas panduan wawancara.
Analisis data penelitian ini berlangsung
sejak sebelum memasuki lapangan yaitu dengan menganalisis studi pendahuluan
maupun data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.
Namun analisis selama proses wawancara lebih ditekankan. Pada saat wawancara,
peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban subjek penelitian. Bila
jawaban subjek setelah dianalisis belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap
kredibel. Pengujian keabsahan data dengan uji kredibilitas data yakni dilakukan dengan metode triangulasi
kepada stakeholder terkait (siswa, guru, dan orang tua siswa)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 10 orang yang
dipilih secara acak. 10 sujek penelitian tersebut terdiri dari tiga siswa yang
akan menghadapi Ujian Nasional, tiga orang guru yang siswanya akan menghadapi
Ujian Nasional, dan empat orang tua siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional
Pemahaman siswa tentang Ujian Nasional
Siswa.Hasil wawancara
mendalam yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Pemahaman siswa tentang
Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai Ujian Nasional di
dapatkan informasi sebagai berikut.
“ Ujian Nasional adalah Ujian kelululasan
untuk mengevaluasi hasil belajar selama tiga tahun”
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Ujian
Nasional merupakan ujian akhir penentuan sebagai akhir belajar
seorang siswa”
(Agung Prasetyo, siswa Kelas Kelas IX).
“Ujian Nasional adalah ujian yang
dilakukan serentak di seluruh Indonesia untuk melanjutkan ke jenjang lebih
tinggi, dari SD ke SMP, SMP ke SMU, dan SMU ke Perguruan Tinggi”.
(Naufal Ihza
Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman siswa tentang
UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai Mata pelajaran yang
diujikan dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa
inggris, dan IPA”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN
Gilimanuk)
“Matematika, bahasaIndonesia,IPA,
BahasaInggris”.
(Agung Prasetyo,
siswa Kelas Kelas IX)
“Mata pelajaran yang diujiankan ada 4,
IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris”
(Naufal Ihza Aditya,
Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali Pemahaman siswa tentang
UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai pelaksanaan Ujian
Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Tanggal 4-7 mei 2015”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Tidak tahu”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX)
“Kalau yang saya ketahui tentang UN
SMP itu sekitar tanggal 4 Mei – 7 Mei 2015”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman siswa tentang
UJian Nasional berdasarkan pengetahuan siswa mengenai standar nilai kelulusan
tiap-tiap mata pelajaran dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai
berikut.
“5,5”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“5.0”.
(Agung Prasetyo,
siswa Kelas Kelas IX)
“Di UN ada standar nilai kelulusan
yang sama, sekitar 5,5”
(Naufal Ihza
Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mengenai
pemahaman siswa tentang Ujian Nasional menunjukkan ketiga subjek faham dan
mengerti apa yang dimaksud dengan Ujian Nasional.Menurut
Permendikbud No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian
standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan pengertian faham menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2015) yakni mengerti benar (akan); mengetahui benar. Pemahaman ini juga ditunjang smua subjek
mengetahui semua mata pelajaran yang akan diujikan dalam Ujian Nasional. Pun
demikian dalam hal tanggal pelaksanaan dan standar nilai kelulusan Ujian
Nasional, sebagian besar (dua dari tiga subjek penelitian) mengetahui dengan
tepat tanggal pelaksanaan Ujian Nasional, hanya satu subjek yang tidak
mengetahui, hal karena waktu pengambilan data yang masih jauh dari pelaksanaan
Ujian Nasional sehingga sosialisasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
Ujian Nasional relative masih sedikit.
Guru. Hasil wawancara
mendalam yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Pemahaman guru tentang Ujian Nasional berdasarkan
pengetahuan guru mengenai Ujian Nasional
diperoleh informasi sebagai
berikut.
“Ujian Nasional
merupakan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan”
(Fitriani Sarmita)
“Ujian Nasional adalah ujian yang dilakukan serempak,
artinya dari seluruh Indonesia melakukan kegiatan ujian yang dilakukan secara
bersamaan”
(Ainun Nadhif)
“Ujian Nasional adalah tes untuk mengukur kemampuan siswa
dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara
selanjutnya untuk menggali pemahaman guru tentang Ujian Nasional berdasarkan
pengetahuan guru mengenai Mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional
diperoleh informasi sebagai berikut.
“Mata pelajaran ujian nasional SMP adalah matematika, IPA,
dan Bahasa Indonesia”
(Fitriani Sarmita)
“ Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan IPA”
(Ainun Nadhif)
“Mata
pelajaran yang diuji nasionalkan itu tergantung jurusan, Pak! Kalau jurusan IPS
yang diujikan itu Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia, Ekonomi,
Sosiologi, sama Geografi. Jurusan Bahasa Indonesia; Bahasa Inggris, Matematika,
Sastra Indonesia, Antropologi.Bahasa Asing kalau bahasa asing itu berbeda lagi.
Seperti Bahasa Jepang, pokoknya berbeda dengan Bahasa Inggris. Jurusan Agama;
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fiqih, Ilmu Kalam, Tafsir,
kemudian Hadist. Jurusan IPA; Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia,
Biologi, Fisika, dan Kimia. Tapi kalau di madrasah Salman Alfarisi tempat saya
ngajar ini jurusannya cuma ada jurusan IPS pak. Jadi kalau siswa saya hanya
ikut ujian IPS saja, tidak ikut ujian jurusan lain”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara selanjutnya untuk menggali pemahaman guru tentang
Ujian Nasional berdasarkan pengetahuan guru mengenai standar nilai kelulusan
tiap-tiap mata pelajaran dalam Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai
berikut.
“5.5”
(Ainun Nadhif)
“Standar kelulusan tiap mata pelajaran ujian nasional adalah
5.5.Tiap tahun berbeda. Yang sekarang distandarkan oleh sekolah dengan nilai 7
yang menunjukkan ketentuan baik”
(Fitriani Sarmita)
“Ooo begini pak,
kalau sekarang Ujian Nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Sudah tidak
ada standar nilainya”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara mengenai pemahaman
gurutentang Ujian Nasional menunjukkan ketiga subjek faham dan
mengerti apa yang dimaksud dengan Ujian Nasional. Ujian Nasional
merupakan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Evaluasi
peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan, dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk
menilai pencapaian standar nasional pendidikan Pasal 58 ayat (2)”. Mengacu pada
Permendikbud No. 144 Tahun 2014, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian
kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), dimana penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran tertentu yang diikuti
oleh peserta didik SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari
bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245).W.S Winkel mengambil dari
taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk
mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi kedalam 3 kategori,
yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah
kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki
kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi. Sejalan
dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44) menyatakan bahwa
pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation),
pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti
dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi
abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang
mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar
grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2)
menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas
daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama
suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain
dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut
kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Ketiga pendapat di atas, meskipun
tidak meyebutkan dengan kalimat yang sama, memiliki makna atau maksud yang
kurang lebih sama. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pemahaman bukan saja
pengalihan arti dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi konsepsi abstrak ke
suatu model yang lebih mudah dipahami. Pemahaman yang diperoleh oleh guru
tentang Ujian Nasional juga diperoleh dari suatu proses memahami karena
terlibat di dalam situasi Ujian Nasional. Menurut Poesprodjo (1987: 52-53)
bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari
dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai
pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup,
kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman
merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam
orang lain. Pengalaman merupakan sumber pemahaman, atau pengalaman itu suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pemahaman. Oleh sebab itu pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pemahaman. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
Orang tua.Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa orang tua yaitu ibu Mawar, pak Sumardi, pak Ahmad, dan pak Dodo
mengenai sejauh apa pemahaman mereka tentang UN. ibu Mawar kurang cukup memahami mengenai UN
dilihat dari jawaban-jawaban ibu mawar misal tentang apa yang diketahui tentang
UN, ibu Mawar hanya menjawab sekenanya saja tanpa memberikan penjelasan yang
lebih, pun demikian pada pak Dodo dan pak Sumardi, namun agak berbeda pada pak
Ahmad, beliau memberikan jawaban agak panjang mengenai pemahaman beliau tentang
UN pelajaran apa saja yang di UN kan. Berdasarkan hal tersebut memperlihatkan
bahwa tingkat pemahaman pak Ahmad lebih banyak dibandingkan dengan tiga
responden lainnya.
Berkebalikan
pada hasil pertanyaan sebelumnya, pada pertanyaan kedua pak Ahmad justru ragu
dengan jawabannya ketika menjawab pertanyaan mengenai mata pelajaran apa saja
yang di UN kan. Pak Dodo dan pak Sumardi meski menjawab namun masih kurang
lengkap. Jawaban yang tampak mencolok adalah pada ibu Mawar karena tidak tahu
sama sekali tentang mata pelajaran apa saja yang akan di UN kan. .
Mengenai
kapan waktu pelaksanaan UN dan berapa standar nilai kelulusan siswa terdapat
jawaban yang berbeda-beda dari orang tua, ibu Mawar hanya menjawab dari “senin
sampai Rabu”, pak Dodo menjawab 13 April 2015, pak Sumardi menjawab 12-14 April
2015, sedangkan pak Ahmad justru belum tahu dan masih menunggu pengumuman dari
sekolah dan pemberitahuan pemerintah dari TV. Demikian pula saat menjawab
berapa setandar nilai kelulusan UN, pak ahmad menjawab “ada yang 40 ada yang
50”, pak Dodo menjawab 6,00, pak Sumardi menjawab benar yaitu 5,5 namun masih
ragu, sedangkan ibu Mawar tidak tahu berapa standar nilai kelulusan UN.
Berdasarkan
hasil wawancara terhadap empat orang tua siswa mengenai pemahaman terhadap UN
tampak bahwa para orang tua belum memahami dengan baik dan kurang mengikuti
perkembangan pemberitaan-pemberitaan mengenai UN yang akan di ikuti oleh
anak-anak mereka. Padahal pemahaman orang tua terhadap UN yang akan diikuti
oleh anak-anak mereka akan turut mempengaruhi persiapan-persiapan orang tua
dalam mempersiapkan anak menempuh ujian nasional.
Persiapan menghadapi UJian Nasional
Siswa.Hasil wawancara
mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan
menghadapi UJian Nasional berdasarkan upaya-upaya yang dipersiapkan untuk
menghadapi UN di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Meningkatkan
belajar serta mempersiapan kondisi kesehatan dengan olahraga dan istirahat yang
cukup”
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN
Gilimanuk)
“Belajar lebih intensif, mengikuti
program bimbingan dalam menghadapi ujian nasional, mengikuti try out, dan
mengadakan kelompok belajar”
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX ).
“Untuk
mempersiapkan UN, saya banyak melakukan persiapan meliputi les pribadi,
mengikuti try out serta latihan
mengerjakan soal-soal ujian naasional tahun-tahun sebelumnya yang ada dibuku”.
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional
berdasarkan pengetahuan siswa mengenai persiapan sekolah untuk pelaksanaan
Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Sekolah memberikan jam tambahan
belajar, bimingan, dan try out soal soal ujian”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Sekolah mengadakan try-out,
menyediakan fasilitas bimbingan belajar bagi siswa khususnya bagi mata plajaran
yang diujikan”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )
“Sekolah membentuk kelompok-kelompok
belajar dengan memasukkan siswa yang dianggap pandai pada masing-masing
kelompok, kemudian latihan mengerjakan soal-soal ujian, serta sekolah
memberikan kisi-kisi materi yang diujikan ketika Ujian Nasional”.
(Naufal Ihza
Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional
berdasarkan kesiapan siswa menghadapi Ujian Nasional di dapatkan informasi
sebagai berikut.
“Sudah siap 75%”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“80 %, (sudah belajar, bimbingan,
try-out, dan menyiapkan stamina serta mental)”.
(Agung Prasetyo, siswa Kelas IX )
“Kalau kesiapan InsyaAllah sudah siap
100%”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapiUJian Nasional
berdasarkan dukungan keluarga dalam persiapan Ujian Nasional di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Keluarga mendukung dengan mengurangi
penggunaan HP, mengurangi jam memantu orang tua dengan melebihkan belajar, dan
mengurangi jam menonton TV”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Dukungan keluarga sangat besar,
seperti memberikan perhatian sering melakukan sharing apabila ada kendala dalam
belajar serta memberikan motivasi”.
(Agung Prasetyo, siswa
Kelas IX )
“Keluarga mendukung dengan memotivasi,
belajar dan memberikan les tambahan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi
Ujian Nasional. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ketiga subjek telah siap
menghadapi ujian, baik persiapan diri yang rata- rata meningkatkan jam belajar,
latihan mengerjakan soal-soal Ujian Nasional tahun – tahun sebelumnya,
persiapan sekolah yang memberikan jam belajar tambahan, mengadakan try out,
mengadaak kelompok-kelompok belajar, serta dukungan keluarga yang rata-rata
meningkatkan konsentrasi ,motivasi, serta dukungan kepada siswa sehingga mampu
mempersiapkan diri dengan baik. Kesiapan ini sesuai dengan arti kata siap yang
berarti bersedia-sedia
dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur segala sesuatu (untuk) (KBBI, 2015).
Guru. Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk
menggali persiapan
menghadapi Ujian Nasional berdasarkan upaya akademikyang dipersiapkan untuk menghadapi UN di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Melaksanakan program
les regular dan mandiri”
(Fitriani
Sarmita)
“Mengadakan les,
fotokopi contoh soal UN yang sudah lewat. Itu saja yang biasa kita lakukan”
(Emi
Nurhayati)
“banyak mas, (ee…) mulai tambahan pelajaran, kemudian
beberapa les juga yang diikuti oleh anak-anak kemudian beberapa kegiatan
pelatihan try out yang disiapkan untuk menunjang persiapan anak dalam
menghadapi Ujian Nasional ini”
(Ainun
Nadhif)
Hasil wawancara
mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan
menghadapi Ujian Nasional berdasarkan upaya spiritual dan sosialyang dipersiapkan untuk menghadapi UN di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Ya karena di sini
genrenya adalah sekolah islam, jadi setiap kali selesai shalat dhuha di masjid
selalu kita tambahkan beberapa (ee..)hal, yaitu doa bersama, istighosah,
kaitannya dengan mendekatkan diri pada sang maha pencipta, kaitannya agar anak
lebih… lebih yakin kemudian anak-anak agar lebih percaya diri akan UN nanti”
(Ainun Nadhif)
“Biasanya
melakukan pengajian setiap hari jumat, mengarahkan ke murid untuk banyak
berdoa, sering ada arahan dari kepala sekolah. Biasanya setiap mendekati ujian,
pihak guru mengundang orang tua siswa untuk memberikan pengetahuan tentang
sistem UN dan berdoa bersama”
(Emi Nurhayati)
“Upaya
spiritual meliputi doa bersama, mabith, puasa senin kamis, sedangkan upaya
sosial meliputi memberikan bantuan ke lembaga sosial, contohnya panti jompo”
(Fitriani Sarmita)
Hasil wawancara mendalam
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali persiapan menghadapi
Ujian Nasional. Hasil wawancara menunjukkan bahwa rata- rata persiapan yang
dilakukan adalah meningkatkan jam belajar, latihan mengerjakan soal-soal Ujian
Nasional tahun – tahun sebelumnya, mengadakan try out. Kesiapan ini sesuai dengan arti kata siap
yang berarti bersedia-sedia dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur
segala sesuatu (untuk) (KBBI, 2015). Persiapan adalah suatu kegiatan yang akan
dipersiapkan sebelum melakukan sebuah kegiatan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
sekolah yang disampaikan oleh guru di atas, merupakan upaya-upaya untuk
mencapai hasil ujian siswa yang memuaskan. Meningkatkan jam belajar dan latihan
ujian dinilai sebagai strategi atau cara yang tepat untuk meningkatkan hasil
belajar. Upaya spiritual dan sosial juga dianggap mampu meningkatkan keyakinan
dan kepercayaan diri sebagai bekal menhadapi ujian nasional.
Orang tua.Persiapan yang baik akan memberikan hasil yang baik,
demikian pula pada UN. Persiapan-persiapan tersbut tidak hanya dilakukan oleh
siswa yang akan menghadapi UN, namun faktor orang tua dalam mempersiapkan
anak-anak mereka untuk menghadapi UN turut berpengaruh besar terhadap keberhasilan
anak menempuh UN. Hasil wawancara dengan ibu Mawar mengungkapkan tidak ada yang
spesial dalam mempersiapkan UN anak, upaya yang dilakukan ibu Mawar adalah
selalu mendoakan kesuksesan anak di tiap-tiap shalat.Demikian pula pada pak
Ahmad dan pak Dodo yang hanya mempercayakan persiapan anak pada sekolah melalui
tambahan-tambahan jam pelajaran. Berbeda dengan pak Sumardi yang mengikutkan
anaknya pada lembaga bimbingan belajar, selain itu pak Sumardi juga selalu
mendorong anaknya untuk rajin belajar dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui shalat malam.Mengenai upaya sekolah dalam mempersiapkan anak dalam
menghadapi UN tidak banyak diketahui oleh orang tua. Orang tua hanya tahu
sebatas adanya les dan tambahan pelajaran.
Berkaitan
dengan apakah ada dana atau biaya khusus sebagai persiapan anak menghadapi UN,
dari keempat responden hanya ibu mawar yang menyiapkan dana khusus untuk
persiapan UN anak, dana khusus tersebut dipersiapkan untuk keperluan membayar try-out, fotokopi materi, dan uang saku
agar anak membeli makan-makanan yang bergizi.
Berdasarkan
hasil wawancara dari keempat responden tentang bagaimana orang tua
mempersiapkan anak dalam menempuh UNdapat disimpulkan bahwa secara khusus tidak
ada persiapan spesial yang dilakukan, hampir seluruh responden mempercayakan
persiapan UN pada sekolah. Demikian pula mengenai adakah dana khusus yang
dipersiapkan, hampir semua responden menjawab tidak ada.
Persepsi terhadap UN
sebagai penentu kelulusan.
Siswa.Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu
kelulusan berdasarkan perlu tidaknya diadakan Ujian Nasional di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Perlu, dengan adanya UN maka
kemampuan siswa selama 3 tahun dapat dievaluasi. Sehingga hasil belajar selama
3 tahun dapat diketahui.”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Perlu, karena dengan adanya ujian
nasional merupakan syarat khusus untuk melanjutkan keperguruan lebih tinggi.”.
(Agung Prasetyo, siswa
Kelas IX )
“Saya pikir ujian nasional hanya akan
membuat pelajar tertekan dan takut. Jadi menurut saya tidak perlu”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai
penentu kelulusan berdasarkan dampak terhadap psikologi siswa di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Ada, ada tekanan untuk belajar lebih
banyak mempersiapkan ujian Nasional.”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Ada, Ujian Nasional menjadi momok
yang mengerikan bagi siswa.”.
(Agung Prasetyo, siswa
Kelas IX )
“Tidak, karena stress dan takut akan
menyebabkan saya semakin tidak bisa mengerjakan ujian yang berdampak pada
ketidaklulusan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai
penentu kelulusan berdasarkan Setuju tidaknya UN sebagai penentu kelulusan
Ujian Nasional di dapatkan informasi sebagai berikut.
“Tidak, karena banyak faktor non
teknis yang mempengarui keberhasilan UN.Adanya kesalahan membulati LJK bisa
berpengaruh terhadap kelulusan.Sehingga tidak adil bila UN digunakan sebagai
penentu kelulusan”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Tidak setuju, karena setiap siswa
memiliki kemampuan dibidang masing-masing, sehingga tidak pas kalau kelulusan
hanya ditetukan oleh Ujian Nasional”.
(Agung Prasetyo, siswa
Kelas IX )
“Saya tidak
setuju, karena proses belajar selama tiga tahun tidak bisa diukur atau
ditentukan hanya dengan Ujian Nasional”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya
yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali mberdasarkan standar apa yang
paling pas digunakan sebagai penentu kelulusan menurut siswa di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Ujian akhir Sekolah, karena sekolah
yang paling tau kemampuan siswa selama pembelajaran”.
(Mellya Anjani, Siswi Klelas IX MTsN Gilimanuk)
“Ujian praktek”.
(Agung Prasetyo, siswa
Kelas IX )
“Standar yang pas
dengan nilai raport, karena nilai raport adalah penilaian setiap semester yang
bisa mewakili gambaran kemampuan siswa secara keseluruhan”
(Naufal Ihza Aditya, Siswa Kelas IX G SMPN 6 Semarang)
Hasil wawancara mendalam
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap Ujian
Nasional sebagai penentu kelulusan.
Menurut Leavitt
(dalam Rosyadi, 2001) Persepsi secara sempit diartikan sebagai penglihatan,
sedangkan secara luas, persepsi dapat diartikan sebagai cara atau bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak berhenti pada apa
objek yang dilihat, tetapi juga pada interpretasi maknanya. Definisi persepsi
berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan sebagaisuatu gambaran yang
ditimbulkan oleh objek (baik dari dalam ataupun luar diri individu) yang
memberikan stimulus berupa informasi yang diinterpretasikan oleh otak hingga
muncul suatu pemahaman terhadap objek tersebut.Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua subjek
berpresepsi bahwa Ujian nasional tidak bisa dijadikan tolak ukur sebagai
penentu kelulusan.Mereka setuju dengan pelaksanaan Ujian Nasional tapi hanya
digunakan sebagai bahan evaluasi sejauh mana pencapaian pembelajaran ditingkat
Nasional.Ujian Nasional juga memberikan tekanan psikologi juga kepada siswa
jika digunakan sebagai penentu kelulusan karena Ujian Nasional merupakan
satu-satunya parameter keberhasilan selama belajar tiga tahun. Semua subjek
penelitian setuju penentu kelulusan adalah Ujian yang dilakukan oleh sekolah,
karena ujian ini dianggap paling mewakili keberhasilan proses belajar siswa
(subjek). Persepsi subjek
terhadap Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan muncul sejalan dengan
pengertian yang dikemukakan oleh Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) tersebut.
Guru.Hasil wawancara
mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu
kelulusan berdasarkan perlu tidaknya diadakan Ujian Nasional di dapatkan
informasi sebagai berikut.
“Setuju, Ujian
Nasional dapat digunakan sebagai standarisasi kualitas pendidikan tiap sattuan
pendidikan atau daerah di Indonesia”
(Fitriani
Sarmita)
“Setuju, (ee…) alasannya seperti ini mas, jadi dengan adanya
UN, (ee…) siswa lebih terpacu, artinya dia tidak hanya sekadar yang penting
berangkat ke sekolah selesai pulang, ada PR dikerjakan tidak ada ya tidak,
(ee…) harapannya dengan adanya UN ini anak-anak bisa lebih termotivasi
belajarnya. Ini lepas dari standar yang ditentukan oleh dinas pendidikan ya.
Kaitannya dengan (ee…) nilai kelulusan ini terlepas dari itu, tapi (ee…)
sebagai motivasi saja sebetulnya kalau menurut saya, artinya anak-anak lebih terpacu
belajarnya juga lebih serius karena kaitannya dengan Ujian Nasional”
(Ainun
Nadhif)
“Kalau menurut saya pribadi pak sangat tidak
setuju.Alasannya pelaksanaannya kurang jujur, kurang tegas, belum mampu
mengukur sesuatu yang diukur. Ini dari semua pihak”
(Emi
Nurhayati)
Pendapat
ini selanjutnya mengalami perubahan setelah dikonfirmasi kembali.
“saya setuju, alasan pertama untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa, kedua untuk meningkatkan kemampuan siswa dari aspek kognitif”
(Emi
Nurhayati)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi terhadap UN sebagai penentu
kelulusan diperoleh informasi sebagai berikut.
“Tidak setuju, karena
Ujian Nasional tidak dapat dijadikan patokan. Selain Ujian Nasional, juga patut
mempertimbangkan nilai-nilai sebelumnya”
(Fitriani
Sarmita)
“Nah kalau itu, kurang ya mas artinya seperti ini mas, ee..
Ujian Nasional yang mengadakan adalah pusat, sementara standar kelulusan
kemudian fasilitas masing-masing sekolah dan masing-masing daerah itukan
berbeda nah itu yang kurang sepakat ketika ujian nasional dijadikan
satu-satunya alasan untuk meluluskan anak, karena tiap daerah mempunyai
fasilitas yang berbeda tiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda tidak bisa
disamakan, kecuali ada cara khusus atau sesuatu yang khusus dari pusat untuk
memberikan atau mensuplai beberapa hal yang standar pendidikannya itu nanti
bisa merata nah kalau seperti itu saya baru sepakat tapi kalau proses
pendidikan masih seperti ini ada yang bagus ada yang kurang ada yang bahkan
ee.. buruk sama sekali nah itu yang yang membuat saya tidak sepakatkalau ini
dijadikan satu-satunya penentu kelulusan.”
(Ainun
Nadhif)
“Tidak setuju“
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara mendalam selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi tentang standar yang tepat
sebagai penentu kelulusan diperoleh informasi sebagai berikut.
“menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, lulus
Ujian Sekolah, dan lulus Ujian Nasional”
(Fitriani
Sarmita)
“Yaa karena tiap
sekolah mempunyai guru masing-masing punya kebijakan masing-masing, ya
dilibatkan saja artinya selain UN, juga melibatkan ee..pengajar, pendidik,para
guru dari sekolah masing-masing karena meraka paham mereka tahu anak ini layak
untuk lulus apa tidak seperti itu”
(Ainun
Nadhif)
“Tidak ada standar
yang pas. kalaupun sekarang 70 persen yang menentukan kelulusan sekolah yang 70
persen diambil dari nilai rapot 1,2,3,4,5 kemudian yang 30 persen ditambah
dengan nilai ujian UAMBS, tetap kami mendongkrak nilai siswa. Soalnya kebijakan
sekolah itu,, siswa harus lulus. Contohnya ujian sekolah tahun ini pak. Banyak
siswa yang ujian sekolah kita katakan jelek tapi nilainya kita dongkrak.Sedikit
saya jelaskan kalau UAMBS.Ujian akhir madrasah bertaraf nasional mata pelajaran
yang diujikan itu mata pelajaran yang umum.Kalau UAM ujian akhir madrasah mata
pelajaran yang diujikan itu mata pelajaran yang umum.Kalau pada tingkat SMA
atau sekolah umum tetap dinamakan UAS dan UN.”
(Emi Nurhayati)
Hasil wawancara
mendalam selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menggali Persepsi
tentang kelebihan dan kekurangan UN diperoleh informasi sebagai berikut.
“Kalau kelebihan, membuat siswa merasa takut artinya takut
siswa itu tidak lulus sehingga bisa
meningkatkan motivasi belajar siswa, tetapi ini hanya untuk beberapa sekolah.
Kekurangan.Belum bisa atau mampu dilaksanakan secara jujur belum tegas. Banyak
biaya yang dihabiskan tapi tidak mampu menguku apa yang harus diukur. Apa yg
diukur itu seperti pengetahuan atau kognitif. Itu saja sih pak menurut saya
kekurangan dan kelebihan”
(Emi
Nurhayati)
“Eee... kelebihannya memacu anak lebih aktif lebih giat
untuk belajar kalau kekurangannya eee.. SKL yang tidak sama mas, artinya
standar kelulusan dari tiap-tiap daerah dituntut untuk mee..memberikan nilai
yang rata sementara kemampuan atau standarisasi tiap daerah berbeda nah itu
kekurangannya”
(Ainun
Nadhif)
“kelebihan Ujian Nasional adalah dapat digunakan untuk menentukan
kualitas pendidikan tiap satuan pendidikan. Kekurangan Ujian Nasional menjadi
momok yang mempengaruhi psikis peserta didik”
(Fitriani
Sarmita)
Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini menyatakan bahwa semua responden memiliki persepsi tidak setuju
dengan UN sebagai penentu kelulusan.Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta
didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap.Tapi yang
dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif.Walaupun semua
subyek menyatakan tidak setuju dengan UN sebagai penentu kelulusan, tetapi
setuju UN tetap dilaksanakan.Hal ini disebabkan karena pentingnya UN sebagai
pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong atau motivator bagi
peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu
pendidikan.UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas
pengelola dan penylenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan
dan masyarakat pada umumnya.Secara konseptual UN mampu menyediakan informasi
yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi yang dicapai oleh setiap peserta
didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi, dan prestasi
nasional secara keseluruhan.Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan
prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Di dalam
konteks ini UN merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi
penting dalam menegakkan akuntabilitas.Tujuan diadakan Ujian Nasional (UN) , Menurut
Permendikbud No. 144 Tahun 2014, Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian
standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentuyaitu: Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik;
Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah;
Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi,
kabupaten/kota, sekolah/madrasah, dan kepada
masyarakat.
Orang tua.Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya UN merupakan
pembahasan yang selalu menarik untuk didiskusikan, bagi pihak yang setuju, UN
dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat untuk mengukur kemampuan
siswa, bagi pihak yang tidak setuju, UN dianggap sebagai ketidakadilan
pendidikan, karena masa studi 3 tahun hanya ditentukan 3 hari yang tentunya
akan membawa dampak psikologis pada siswa, oleh karena itu sebagai upaya
mengetahui persepsi masyarakat, perlu diketahui bagaimana persepsi orang tua
siswa terhadap adanya UN.
Hasil
wawancara dengan ibu Mawar menyatakan setuju dan perlu diadakannya UN dangan
alasan agar anak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, namun ibu Mawar tidak
setuju jika UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Beliau lebih
setuju jika kelulusan siswa dilihat dari nilai rapor dan ujian sekolah
saja.Sedangkan pak Dodo dan pak Ahmad menyatakan UN tidak diperlukan, apalagi
dijadikan satu-satunya penentu kelulusan, selain karena faktor tidak meratanya
kualitas pendidikan di Indonesia juga karena kurang etis jika pembelajaran
selama 3 tahun ditentukan hanya dalam waktu 3 hari, demikian pula jika UN
dijadikan satu-satunya penentu kelulusan akan memberi dampak dan beban
psikologis yang sangat besar kepada anak, diantaranya anak akan merasa
tertekan, ketakutan jika tidak lulus, dan stres. Lebih tepat jika penentu kelulusan
diambilkan dari nilai rapot karena lebih mencerminkan proses pembelajaran
selama masa studi anak.
Berdasarkan
hasil wawancara menunjukkan hanya ibu mawar yang setuju diadakannya UN, namun
jika UN dijadikan satu-satunya penentuk kelulusan seluruh responden sepakat
tidak setuju dan memeberikan alternatif penentu kelulusan lebih tepat jikia
diambilkan dari raport dan penilaian sekolah.
KESIMPULAN
Secara umum subjek penelitian memahami
tentang ujian nasional, mereka setuju dan telah mempersiapkan diri guna menghadapi
Ujian tersebut. Pun demikian pihak sekolah dan orang tua juga memberikan
dukungan penuh terhadap pelaksanaan Ujian Nasional ini. Ujian nasional sebagai Ujian menyeluruh
diakhir periode kelulusan siswa sekolah sangat baik dilakukan sebagai tolak ukur
dan bahan evaluasi seberapa besar pencapaian kompetensi oleh
siswa, tetapi menjadi tidak pas apaila Ujian Nasional dijadikan sebagai
satu-satunya parameter untuk penentu kelulusan, mengingat masih besarnya
disperitas kualitas pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Febriani,
D., Mujiasih, E., & Prihatsanti, U. (2011).Hubungan antara persepsi
terhadap word of mouth (WOM) dengan intensi membeli makanan vegetarian pada
mahasiswa fakultas psikologi universitas diponegoro.Jurnal Psikologi Undip, 10, 177.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kualitatif, Kunatitatif, dan R
& D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kotler,
P. (2000). Marketing manajement: Analysis,
planning, implementationand control. 9th ed. New Jersey: Prentice Hall
International
Menurut
Permendikbud No. 144 Tahun 2014. Tentang
Rahmat,
J. (2003). Psikologi komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Robbins,
S. P. (2007). Perilaku organisasi.
(Hadyana Pujaatmaka, Penerjemah).
Jakarta: Prenhallindo
Rosyadi,
I. (2001). Keunggulan kompetitif
berkelanjutan melalui capabilities-based competition: Memikirkan kembali
tentang persaingan berbasis kemampuan. Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1.
Sunaryo.(2004).
Psikologi untuk keperawatan. Jakarta:
EGC
Thoha,
M. (1999).Perilaku organisasi, konsep
dasar dan aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wardani, I. K. & Hariastuti, R. T.
(2009).Mengurangi persepsi negatif siswa tentang konselor sekolah dengan
strategi pengubahan pola pikir (cognitive restructuring).Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, vol. 10, no.2.
Comments
Post a Comment