LANDASAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN


LANDASAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN

A.    Perspektif Filsafat
            Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philoshophia yang terdiri dari kata philein artinya cinta, mencintai, atau philos yang berarti pecinta dan kata sophia yang artinya kebijaksanaan atau hikmat. Jadi filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan. Sunarto mengatakan bahwa filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta atau hasrat dan keinginan yang besar kepada kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
            Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai keakar-akarnya yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Sesuatu disini dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. Bila berarti terbatas, filsafat membatasi diri akan hal tertentu saja. Bila berarti tidak terbatas, filsafat membahas segala sesuatu yang ada dialam ini yang sering dikatakan filsafat umum. Sementara itu filsafat yang terbatas adalah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni dan lain-lainnya.
            Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja, sesungguhnya isi alam yang dapat dinikmati hanya sebagian kecil saja. Misalnya mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang di atas permukaan di laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba sesuatu yang ada dipikiran dan renungan yang kritis.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu: metafisiska, epistemologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut :
1)      Metafisika adalah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat dialam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan menurut Callahan (1983) yaitu :
a.       Manusia pada hakekatnya adalah spritual, yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri, pandangan ini dianut oleh kaum Idealis, Scholastik, dan beberapa Realis.
b.      Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Eksprementalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
2)      Epistemologi adalah filsafat yang membahas tentang pergaulan dan kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai beikut :
a.       Ada lima sumber pengetahuan yaitu:
1.      Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedia, buku teks yang baik, rumus dan tabel.
2.      Comman sense yang ada pada adat dan tradisi
3.      Intuisi yang berkaitan dengan perasaan
4.      Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman
5.      Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
b.      Ada empat teori kebenaran yaitu:
1.      Koheren, sesuatu akan benar bila ia konsesten dengan kebenaan umum.
2.      Koresponden, sesuatu akan benar bila ia dengan tepat dengan fakta yang jelas.
3.      Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya memberi manfaat bagi kehidupan.
4.      Skeptivisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
3)      Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan mengemukakan pendapatnya secara tepat.
4)      Etika adalah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai dan norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik.

B.     Peran filsafat dalam pendidikan
            Peran filsafat sangat penting dalam pendidikan karena filsafat mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan manusis berkembang, oleh karena itu hal ini dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dituangkan dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum sistem pengajaranya dapat terarah, lebih dapat mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan peserta didik.
            Untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan terdapat beberapa unsur yang akan menjadi tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, yaitu antara lain :
a.       Dasar dan Tujuan Pendidikan
     Dasar pendidikan yaitu suatu landasan untuk mengembangkan pendidikan dan pengembangan kepribadian, tentunya pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Sebab dengan adanya dasar juga dapat berfungsi sebagai sumber peraturan yang akan dicitakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan dan langkah jalur yang menentukan.
Tujuan pendidikan dapat diuraikan menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut:
1)      Tujuan Pendidikan Nasional
          mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  (UU Sisdiknas No. 20 Tahun  2003).
2)      Tujuan Institusional
          Adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
3)      Tujuan Kurikuler
          Adalah perumusan pola perilaku dan pola kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
4)      Tujuan Instruksional
          Adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta didik sesudah ia menyelesaikan kegiatan instruksional yang bersangkutan.
b.      Pendidik dan Peserta didik
     Pendidik merupakan individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.         Sedangkan peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun segi perkembangan mental. Setiap anak memiliki pembawaan yang berlainan. Karena itu pendidik wajib senantiasa berusaha untuk mengetahui pembawaan masing-masing anak didiknya, agar layanan pendidikan yang diberikan sesuai dengan keadaan pembawaan masing-masing.
c.       Kurikulum
     Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Pasal 1 butir 19 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Tujuan pendidikan yang ingin dicapai itulah yang menentukan kurikulum dan isi pendidikan yang diberikan. Dengan kurikulum dan isi pendidikan inilah kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara benar seperti apa yang telah dirumuskan..
     Hubungan kurikulum dengan pandangan filsafat adalah dalam bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Adapun salah satu tugas pokok dari filsafat adalah memberikan arah dari tujuan pendidikan. Suatu tujuan pendidikan yang hendak dicapai itu haruslah direncanakan dan diprogramkan dalam kurikulum.
d.      Sistem Pendidikan
     Sistem pendidikan merupakan suatu alat, karena pendidikan merupakan suatu aplikasi dari kebudayaan yang posisinya tidak netral melainkan selalu bergantung pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan.
Adapun hubungan filsafat pendidikan dengan sistem pendidikan yaitu :
-          Bahwa sistem pendidikan bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran yang makna akan dicapai akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan, dan ini meliputi problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik, sampai seni pendidikan (The Art of Education).
-          Isi moral atau pendidikan adalah berupa perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan atau merupakan konsepsi dasar moral pendidikan, yang derlaku segala jenis dan tingkat pendidikan.
            Filsafat pendidikan sebagai suatu sumber lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, sistem pendidikan yang meliputi politik kependidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi pengajaranya, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.



C.    Macam-macam aliran filsafat dan bagaimana implikasinya
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran. Berikut ini akan diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut.
1.      Filsafat Pendidikan Ideallisme.
     Memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali.
     Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok ideallis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dengan alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
     Aliran ideallisme tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita.
Pertama : Yang nampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya.
Kedua : adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (ideall), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak karena ideal merupakan wujud yang hakiki.
     Prinsip aliran ideallisme mendasari semua yang ada dan yang nyata di alam ini hanya ideal, dunia ideal merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari ideall adalah archa yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia ideal dengan tuhan, arce sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami.  
     Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia, roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma.       
     Menurut paham idealisme, guru harus membimbing atau mendiskusikan dengan peserta didik bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan atau dijejalkan ke dalam diri peserta didik (Uyoh, 2003). Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau menkonstruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang.
2.      Filsafat Pendidikan Realisme.
     Dalam pemikiran filsafat, Realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan.
     Realisme  menurut Kattsoff (1996: 126) menarik garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kearah dualism atau monism materialistik. Seorang pengikut materialism mengatakan bahwa jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat juga sama-sama dikatakan’’jiwa adalah materi” materi adalah jiwa”. Jika orang mengatakan “jiwa adalah materi” dan karena materi tidak mungkin mengandung maksud, maka juga jiwa tidak mungkin mengandung maksud. Jika materi adalah jiwa, maka alam semesta dapat dipahamkan sebagai sesuatu yang mengandung maksud atau dapat dikatakan bersifat “teleologis”.
     Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran suatu gagasan mengenai sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya sesuatu itu.
     Salah satu tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal adalah Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa, pertama keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi dan kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan yang pertama merupakan tujuan yang menyatu dalam hidup yang merupakan kualitas hidup itu sendiri yang menuju kesempurnaan, sedangkan tujuan yang kedua adalah kehidupan yang sejahtera dan damai yang menuntun hidup kekehidupan keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi. Comenius dengan bukunya “Didactica Magna” (Didaktik Besar) dan “Orbis Sensualtum Pictus” (Dunia Pancaindera dengan Gambar-gambar) merupakan peletak dasar didaktik modern. Beliau mengemukakan metode berpikir yang diawali dengan fakta-fakta yang merupakan metode berpikir ilmiah, yaitu metode induktif. Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan  atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam suatu proses  belajar mengajar, sehingga beliau dijuluki sebagai bapak Keperagaan Dalam Belajar Mengajar.
Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh,2003) adalah;
a.       Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik.
b.      Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line.
c.       Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
d.      Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar yang diberikan/dilaksanakan.
e.       Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti perkembangan pengetahuan secara terus menerus.
f.       Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya membantu untuk mengembangkan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sisitem nilai.
g.      Pelajaran dalam subjek yang sama yang diperuntukkan bagi semua peserta didik.

3.      Filsafat Pendidikan Materialisme.
     Aliran materialism adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materlialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Aliran ini memberikan suatu pertanyaan bahwa segala sesuatu yang ada di semua alam ini ialah yang dapat dilihat atau diobservasi, baik wujudnya maupun gerakan-gerakannya serta peristiwa-peristiwanya. Menurut Jalaluddin dan Idi (2002:53) maka realita semesta ini pastilah sebagaimana yang kita lihat yang nampak dihadapan kita. Sebagaimana dikemukakan Noor Syam, (1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan gerakan alamiah dan gerakan peristiwa alamiah yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian dari pada hukum alam semesta dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan menurut aturan yang mengikat dan terkait karena pada kenyataanya manusia tunduk dan terlibat dengan peristiwa hukum alam karena adanya hukum sebab akibat (kausalitas), hukum yang obyektif, dimana manusia bergerak oleh karena menerima akibat sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan manusia adanya benda yang menimbulkan stimulus response.
     Aliran materialisme sebagaimana ditegaskan Jalaluddin dan Idi (2002:53) mengutamakan benda dan segala berawal dari benda demikian juga yang nyata hanya dunia materi.
     Karakteristik umum materialisme (Sadulloh 2003) berdasarkan suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut adalah:
a.       Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang dihubungkan secara kausal (sebab akibat).
b.      Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami ) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani lainnya.
c.       Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, symbol subyektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
     Pendidikan, dalam hal ini proses belajar dan mengajar, merupakan kondisionalisasi lingkungan yakni perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik melalui pembiasaan, seperti misalnya percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan makanan dan air liur yang disertai dengan lonceng atau dengan bel. Setiap menyajikan makanan pada anjing selalu disertai dengan bunyi bel, dilakukan beberapa kali, dan pada suatu ketika, sesuai dengan waktu penyajian makanan yang sebelumnya dilakukannya, bel dibunyikan tanpa ada makanan air liur anjing keluar. Hal ini merupakan pembiasaan, perilaku anjing yakni air liur keluar hanya dengan bel tanpa disertai makanan. Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati dan dapat diukur. Hal ini mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan (Proses pembelajaran) keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris merupakan hasil kajian sains serta perilaku sosial sebagai hasil belajar. Disamping itu didalam pendidikan sangat diperlukan adanya penguatan yang akan mengingatkan hubungan antara stimulasi dan respon, aksi dan reaksi.

4.      Filsafat Pendidikan Pragmatisme.
     Pragmatisme berasal dari kata “pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara indera. Peserta didik harus selalu berhubungan dengan individu-individu lainnya, karena dalam hubungan yang demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang. Mereka akan mempelajari hidup dalam komunitas individu, bekerja sama, dan menyesuaikan dirinya secara cerdas terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang selalu berubah dan berkembang.
     Mendidik menurut pandangan pragmatism bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu, yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran, yakni:
a.       Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
b.      Pendidikan sebagai pertumbuhan.
c.       Pendidikan sebagai fungsi sosial.
1)      Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
Hidup selalu berubah menuju pembaharuan hidup, karena itu pendidikan adalah merupakan kebutuhan untuk hidup. Pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup.

2)      Pendidikan sebagai pertumbuhan.
Menurut John Deway (Sadulloh, 2003), pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus menerus untuk mencapai hasil selanjutnya.  Pertumbuhan juga merupakan proses pematangan, oleh karena peserta didik memiliki potensi berupa kapasitas untuk berkembang atau bertumbuh menjadi sesuatu dengan adanya pengaruh lingkungan.
3)      Pendidikan sebagai fungsi sosial.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan salah satu proses membimbing dan mengembangkan.
     Sekolah sebagai suatu lingkungan  pendidikan dan sekaligus sebagai alat transmisi, memiliki tiga fungsi:
1)      Menyederhanakan dan mengarahkan faktor-faktor bawaan yang diharapkan untuk berkembang.
2)      Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan yang diharapkan.
3)      Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik lagi yang diperuntukkan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka.
     Dalam praktek pelaksanaan pendidikan sangat dianjurkan agar guru dalam menghadapi peserta didik dalam kelas memperhatikan saran berikut ini:
1)      Guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan peserta didik.
2)      Peserta didik harus dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan  mereka merasakan adanya suatu masalah yang harus diselesaikan sehingga timbul minat untuk menyelesaikannya.
3)      Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka dalam pembelajaran.
4)      Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru dan sebaliknya.
5)      Dalam pembelajaran, guru harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sambil bekerja.

5.      Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
     Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksitensi adalah cara manusia ada di dunia (Sadulloh, 2003). Cara berada manusia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi. Cara beradanya manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi dan dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda materi keberadaanya berdasarkan ketidaksadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Ada beberapa pandangan penganut filsafat sehubungan dengan eksistensi, yakni :
a.       Ekstensi adalah cara manusia berada.
b.      Bereksistensi tidak statis tapi dinamis.
c.       Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka serta realitas.
     Sikun Pribadi, 1971 (Sadulloh, 2003), mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena keduanya sama-sama membahas masalah yang sama, yakni manusia, hubungan antara manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan.
Pendidikan dan proses pembelajaran harus berlangsung sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksaan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan, melainkan lebih berupa penawaran.

6.      Filsafat Pendidikan Progresivisme
     Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak, bukannya memfokuskan pada guru atau bidang keterampilan. Oleh karena itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
     Hal yang terpenting adalah bahwa guru atau pendidik harus memfasilitasi peserta didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau kooperatif di dalam kelompok, memecahkan masalah yang dipandang penting oleh kelompok bukan oleh guru.
     Progresivisme pengikut Dewey (Sadulloh, 2003), mendasarkan pada asumsi berikut:
a.       Minat-minat peserta didik sebagai dasar menentukan muatan kurikulum, bukan disiplin ilmu atau akademik.
b.      Pengajaran efektif adalah apabila memperlakukan peserta didik sebagai keseluruhan dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dengan bidang kognitif, efektif dan psikomotor.
c.       Pembelajaran harus aktif.
d.      Pendidikan bertujuan untuk membina peserta didik berpikir rasional sehingga menjadi manusia yang cerdas yang berkontribusi pada masyarakat.
e.       Peserta didik mempelajari nilai-nilai personal dan sosial di sekolah.
f.       Individu berada pada suatu keadaan yang selalu berubah secara terus menerus.
g.      Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknya diberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada peserta didik untuk menemukan pengalaman-pengalaman yang tepat dalam belajar seperti: kunjungan lapangan, proyek kelompok kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi internet, dan aktifitas lainnya yang dapat menimbuilkan pengalaman yang berharga pada peserta didik yang dapat digunakan pada masa yang akan datang. 

7.      Filsafat Pendidikan Perenialisme
     Perenialisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan, ketidakpastian, dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral, intelektual dan sosio-kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu dan pada abad pertengahan. Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman yang membututhkan usaha  untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yang akan berlayar, memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas.
     Prinsip-prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam sejarah. Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme (Sadulloh, 2003), sebagai berikut:
a.       Pada hakekatnya manusia adalah sama dimanapun dan kapanpun ia berada walaupun lingkungannya berbeda.
b.      Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yang paling tinggi.
c.       Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti dan abadi.
d.      Pendidikan adalah persiapan untuk hidup, bukan peniruan untuk hidup.
e.       Peserta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi.

8.      Filsafat Pendidikan Esensialisme
     Penganut faham ini berpendapat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan. Esensi (Essence) ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai satuan yang konseptual dan akali. Esensi (essentia) adalah apa yang membuat sesuatu menjadi apa adanya.
     Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang dapat berkembang dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh semangat dan motivasi dalam aktivitas pembelajaran. Dalam diri peserta didik perlu ditanamkan dan dibina disiplin, kerja keras dan rasa hormat. Pendidikan disekolah harus bersifat logis dan praktis guna dapat mempersiapkan mereka hidup dalam masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik untuk hidup.
     Penganut faham esensialisme mengemukakan beberapa prinsip pendidikan (Sadulloh, 2003), sebagai berikut :
a.       Pendidikan dilakukan dengan usaha keras, tidak timbul dengan sendirinya dari dalam diri peserta didik.
b.      Inisiatif pelaksanaan pendidikan datang dari guru bukan peserta didik.
c.       Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.
d.      Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah.
e.       Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteran atau kebahagian sesuai dengan tuntutan demokrasi.

9.      Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
     Filsafat pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresifisme hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah maupun pengalaman-pengalaman masyarakat yang ada sekarang.
     Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya nasional, regional, akan tetapi juga secara global. Peserta didik juga harus dibekali dengan kemampuan untuk dapat memecahkan masalah-masalah tersebut.
     Brameld (Sadulloh, 2003), mengemukakan toeri pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis, yakni :
a.       Pendidikan berlangsung saat ini untuk menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial masyarakat modern.
b.      Demokrasi sejati merupakan dasar dari kehidupan masyarakat baru.
c.       Anak, sekolah dan pendidikan diatur oleh kekuatan budaya dan sosial.
d.      Guru memegang peranan penting dalam pendidikan di sekolah akan tetapi dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur yang demokratis.
e.       Tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan krisis budaya dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yaitu nilai-nilai yang universal.
Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH PROPOSAL RENOVASI MUSHOLLA

Tanya Jawab tentang Mixed Methode Research