Metode Pendidikan ala Rasulullah SAW (1)

Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti “yang dilalui” dan hodos yang berarti “jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.[1] Sedangkan dalam bahasa inggris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia[2].
Metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda yaitu, polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung krgunaan yang serba ganda, misaknya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaan dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mapu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang mengandung nilai-nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.[3]
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
Hadits yang menerangkan tentang rasul membuat gambar persegi dan garis-garis lurus
عن عبدالله رضي الله عنه قال خط النبي صلي الله عليه وسلم خطا مربعا وخط خطا في الوسط خارجا منه وخط خططا صغارا الى هدا الدي في الوسط من جانبه الدي في الوسط وقال هدا الانسا وهدا اجله محيط به او قد احاط به وهدا الدي هو خارج امله وهده الخطط الصغار الاعراض فان اخطاه هدا نهشه هدا وان اخطاه هدا نهشه هدا (رواه البخاري)
 [4]
Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. menggariskan suatu garis berbentuk persegi empat dan menggariskan lagi suatu garis di tengah-tengahnya yang keluar dari kalangan persegi empat tadi, juga menggariskan lagi beberapa garis kecil-kecil yang menuju ke arah garis di tengah-tengah itu dan keluar dari arah tepinya yang tengah, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya meliputi diri manusia tadi,atau memang telah meliputinya. Garis yang keluar dari kalangan ini adalah angan-angannya, sedang garisgaris kecil-kecil ini adalah barang-barang baru yang mendatanginya - yakni apa-apa yang dapat ia ambil dari keduniaan, berupa kebaikan atau keburukan. Jikalau ia terluput dari yang ini - yakni bencana yang satu, tentu ia terkena oleh yang ini - bencana yang lainnya – dan jikalau ia terluput dari yang ini - bencana yang satunya lagi, maka ia tentu akan terkena oleh yang ini - bencana yang lainnya pula." (Riwayat Bukhari)[5]
Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari di atas menggambarkan posisi manusia, kematian dan keinginannya dengan cara mengilustrasikannya dalam bentuk garis dan gambar, agar mudah dipahami.
http://alqalam.8m.com/x/09diag.gif
Penilaian Ibnu Hajar
Dalam menilai gambar yang dibuat oleh Rasulullah tersebut ada perbedaan di kalangan ulama. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam mensyarahi hadits di atas, membuat beberapa gambar yang masing-masing berbeda.
Yang pertama adalah bisa dijadikan sandaran (dapat dipertanggungjawabkan), Sedangkan susunan hadits di atas (pun) sesuai dengannya. Isyarat dengan kata-kata “Ini adalah manusia” masuk ke dalam titik(garis persegi empat yang di dalam). Isyarat dengan kata-kata “ Ini yang keluar garis adalah angan-angannya” sampai garis panjang yang menyendiri. Adapun isyarat dengan kata “Ini sampai kepada garis-garis” (garis-garis) ini disebutkan menurut cara perumpamaan bukan dimaksud meringkas(garis-garis tersebut) pada jumlah yang ditentukan.[6]
Keterangan Ibnu Hajar ini diperkuat oleh hadits lain yang masih diriwayatkan oleh Bukhari, tetapi melalui sahabat Anas bin Malik ra, Nabi saw membuat beberapa garis lalu bersabda, “ Ini adalah cita-cita dan ini adalah ajalnya. Maka di antara keduanya itu ternyata ada satu garis yang dekat.”
Angan-angan manusia itu ada dua macam: Pertama, angan-angan yang mungkin bisa tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis-garis yang berada di luar lingkaran yang sekaligus sebagai pembatas. Kedua, angan-angan yang tidak mungkin tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis-garis yang berada di luar lingkaran (kotak) yang sekaligus sebagai pembatas.
Dari keterangan di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa cita-cita dan angan -angan manusia itu jauh lebih panjang dari pada ajalnya. Sedang sesuatu yang diangan-angankan itu biasanya tidak akan jauh dari yang namanya harta dan umur panjang. Sudah menjadi fitrahnya, bahwa masing-masing manusia memiliki keinginan dan harapan yang selalu didamba-dambakan.
Dengan memiliki harta yang cukup, maka ia akan memikirkan untuk mmpergunakannya, walaupun fisik dan mentalnya sudah lemah atau berkurang. Rasulullah saw bersabda,” Anak Adam (manusia) itu tumbuh menjadi besar, dan bersamaan dengan itu, akan tumbuh pula dua perkara yaitu: cinta harta dan panjang angan-angannya.” (HR.Bukhari).
Walaupun keinginan dan cita-cita seseorang itu telah tercapai, namun kebiasaan manusia tidak akan merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya. Maka ia akan mencari dan mencari lagi harapan yang lain.
Pada umumnya, cita-cita dan kegemarannya terhadap harta dan umur panjang ini sampai melampaui batas. Sehingga dengan cara dan jalan apapun ia usahakan demi mencapai tujuannya.
Keinginan yang kuat itu terkadang tanpa disadari membuat banyak manusia menjadi lupa dengan kematian. Allah swt memberi peringatan terhadap orang yang terlena oleh kehidupan dunianya dengan firman-Nya
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Hijr:3).[7]
Rasulullah saw. menggambarkan sifat manusia dalam kecintaannya kepada harta benda dan ketidakpuasannya sebagai berikut: “ Jika anak Adam memiliki dua lembah dari emas, maka masti ia akan mencari lagi lmbah yang keiga Tidak akan ada yang dapat mengisi perut anak Adam selain dari pada tanah. Dan Allah akan memberi taubat (mengampuni) terhadap orang yang bertaubat.” (HR.Bukhari melalui sahabat Ibnu Abbas ra).
Oleh karenanya, betapapun tingginya angan-angan manusia terhadap harta dan kesenangan dunia ini, namun jangan sekali-kali melupakan satu hal yang pasti, yakni mati. Semua manusia akan merasakan mati, dan inilah yang menjadi ujung dari kehidupan di dunia.Suka tau tidak semua harapan harus dihentikan sampai disini.' harapan dan impian akan terpotong begitu saja dengan datangnya kematian.
Allah swt berfirman:
 “ Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. (QS.Ali Imran:185).[8]
Hendaklah bagi seorang muslim, jangan melampaui batas dalam hal cita-cita dan angan-angannya. Namun bukan berarti mereka tidak boleh memiliki cita-cita lalu menjadi orang kaya. Silakan bercita-cita, dan monggo saja bila ingin menjadi orang kaya, tapi hendaknya jangan sampai kekayaan membuatnya lupa ibadah kepada Allah swt.
Sungguh jelas, bahwa kekayaan tidak menjadi sebab Allah menjadi marah. Yang dilarang—dan yang mengundang murka-Nya—adalah orang kaya yang sombong dan lupa diri dengan kekayaannya. Rasulullah saw bersabda,” Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bertaqwa, kaya dan tidak sombong.” (HR.Muslim).
KESIMPULAN
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini terdiri dari metode keteladanan, dan metode visualisasi gambar dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.


[1] Soegarda. Poerwakatja,  Ensiklopedia Pendidikan. (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm.56
[2] S. W. Wasito Tito, Wojowasito, Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris. (Bandung: Hasta, 1980), hlm. 113
[3] M, Arifin, lmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.197
[4] Abu abdillah muhammad bin ismail al-bukhari al-ju’fi, shahih al-Bukhari, )Beirut: Darul Fikr, 1994(, hlm. 260
[5] Imam Nawawi, Riyadlus Shalihin, (Beirut:Dar al-fikr,1994), hlm.128 hadits no 577 kitab al-ma’murat
[6] Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Asqalâni, Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), hlm.285.
[7] DEPARTEMEN AGAMA RI, al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung: J-ART, 2005), hlm. 262
[8] Ibid,.hlm. 74

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH PROPOSAL RENOVASI MUSHOLLA

Tanya Jawab tentang Mixed Methode Research